DJADIN MEDIA– Tuffahati Ullayyah Bachtiar, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair), mengungkapkan bahwa dirinya menerima intimidasi dan ancaman setelah mengkritik pasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, melalui karangan bunga.
Tuffa melaporkan bahwa ancaman yang diterimanya datang dalam berbagai bentuk, termasuk panggilan telepon dari nomor tidak dikenal, video call, dan pesan melalui berbagai platform media sosial. “Saya mendapatkan intimidasi dari beberapa orang tidak dikenal, baik melalui telepon, video call, spam chat, dan DM di Instagram,” ujarnya.
Menurutnya, sebagian besar pesan yang diterima memiliki narasi yang serupa, yakni mengagungkan keberhasilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mengandung ancaman serta doa yang tidak baik. “Narasi yang mereka bawa kurang lebih sama, glorifikasi program Jokowi, diikuti dengan ancaman dan ucapan doa yang tidak baik,” imbuh Tuffa.
Salah satu pesan intimidasi yang diterimanya berbunyi, “Seandainya orang tua Anda yang menjadi presiden lalu diberi umpatan bajingan-bajingan, apakah Anda terima? Saya malu loh sekelas UNAIR mahasiswanya, apa tidak diajarkan sopan santun dalam berbicara?” Pesan lainnya juga menekankan pencapaian Jokowi dalam 10 tahun masa kepemimpinannya, seperti pembangunan infrastruktur dan program BPJS.
Tuffa mencatat bahwa dirinya menerima ancaman dari empat hingga lima nomor yang berbeda melalui WhatsApp. Intimidasi ini juga mencakup serangan personal, dengan komentar yang ditinggalkan secara terbuka di media sosial. “Banyak sekali yang menyerang secara personal, baik di Instagram maupun platform lainnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tuffa menyatakan bahwa intimidasi ini tidak hanya ditujukan kepadanya, tetapi juga dialami oleh sejumlah pengurus BEM FISIP lainnya. “Saya belum bisa memetakan secara pasti, tetapi kurang lebih ada lima orang yang melapor menerima intimidasi. Semua pengurus BEM,” jelasnya.
Meskipun menghadapi ancaman, Tuffa menegaskan bahwa ia tidak merasa takut. Ia berencana berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mengetahui langkah hukum yang bisa diambil. “Saya akan berkonsultasi dengan LBH untuk menindaklanjuti dan meminta saran mengenai tindakan yang perlu saya lakukan berikutnya,” ungkapnya.
Seperti diketahui, BEM FISIP Unair sebelumnya dibekukan oleh dekanat kampus setelah memasang karangan bunga bernada satire yang mengkritik pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada 22 Oktober lalu. Karangan bunga tersebut berisi tulisan, “Selamat atas dilantiknya jenderal bengis pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi.”
Dalam surat pembekuan yang ditandatangani oleh Dekan FISIP Unair, Prof. Bagong Suyanto, alasan pembekuan adalah karena penggunaan diksi “bajingan” dalam karangan bunga tersebut yang dianggap tidak mencerminkan etika mahasiswa. “Ucapan selamat tersebut bukanlah bentuk satire, tetapi sudah masuk dalam kategori hate speech,” tegas Bagong saat diwawancarai di Kampus B Unair, Surabaya, pada 28 Oktober.
Namun, setelah pertemuan dengan Tuffa dan pengurus BEM FISIP, Bagong akhirnya mencabut pembekuan tersebut. “Kami sudah berbicara dari hati ke hati, dan hari ini juga dekanat akan mencabut SK pembekuan kepengurusan BEM FISIP Unair,” ujarnya.***