DJADIN MEDIA– Sejumlah anggota DPR RI mengungkapkan besarnya biaya yang dihabiskan untuk meraih kursi di parlemen. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi (Baleg) DPR, anggota Fraksi NasDem, Muslim Ayub, mengungkapkan bahwa modal yang dibutuhkan untuk menjadi calon anggota legislatif bisa mencapai Rp20 miliar.
“Rata-rata kita keluarkan minimal Rp20 miliar ke atas. Hampir tidak ada yang hanya habis Rp10 miliar,” ujar Muslim dalam rapat tersebut. Ia bahkan menduga banyak anggota DPR yang saat ini masih menanggung utang dari biaya pencalonan.
Muslim juga mengungkapkan bahwa di daerah pemilihannya di Aceh, suara pemilih bisa dihargai hingga Rp200 ribu per suara. Praktik politik uang ini semakin diperburuk oleh dugaan keterlibatan sejumlah penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga KPU.
“Kondisi di Aceh sangat keras. Suara dihargai sekitar Rp200 ribu. Bisa dibayangkan betapa besarnya biaya yang dikeluarkan,” ujar Muslim.
Sebagai solusi, Muslim mengusulkan perubahan sistem pemilu menjadi 10 tahun sekali, serta penerapan sistem e-voting untuk meminimalisir praktik politik uang. “Kami di Muhammadiyah memilih ketua dengan e-voting. Pagi memilih, sore sudah tahu hasilnya,” katanya.
Usulan ini disampaikan dalam RDPU yang juga dihadiri oleh perwakilan organisasi seperti Perludem, Komnas Perempuan, dan PSHK. Muslim menilai bahwa siklus lima tahun terlalu singkat dan menyebabkan beban finansial tinggi bagi para calon.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodipuro, turut berkomentar bahwa banyak anggota DPR yang terpilih saat ini masih memikirkan cara mengembalikan modal pencalonan. Menurut Darori, politik uang dalam pemilu sudah sulit dihindari karena masih ada celah dalam peraturan KPU, termasuk aturan yang memperbolehkan calon kepala daerah memberikan suvenir senilai Rp100 ribu.
“Dengan PKPU memperbolehkan suvenir hingga Rp100 ribu, ini malah membuka peluang bagi calon untuk membeli suara dengan memberikan beras, sarung, dan sebagainya,” tandas Darori.***