DJADIN MEDIA – Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) telah memberikan sanksi kepada lembaga survei Poltracking Indonesia terkait hasil survei yang diduga manipulatif dalam Pilgub Jakarta. Ketua Dewan Etik Persepi, Asep Saefuddin, mengungkapkan bahwa sanksi tersebut melarang Poltracking Indonesia untuk merilis hasil survei terkait Pilkada Jakarta tanpa izin dan persetujuan dari Persepi.
“Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk tidak mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik, kecuali jika Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi,” ujar Asep.
Sanksi ini diambil setelah Dewan Etik melakukan penyelidikan terhadap hasil survei Poltracking mengenai elektabilitas ketiga pasangan calon gubernur. Asep menambahkan bahwa dalam proses penyelidikan, Dewan Etik meminta keterangan dari Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang juga melakukan survei pada waktu yang sama, namun dengan hasil yang berbeda secara signifikan.
Meskipun Poltracking dan LSI menggunakan metode survei yang sama, hasil keduanya menunjukkan perbedaan mencolok dalam data. LSI dinyatakan memenuhi prosedur survei, sementara Dewan Etik menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan survei oleh Poltracking. Salah satu kejanggalan tersebut adalah ketidakmampuan Poltracking menunjukkan data asli dari 2.000 sampel responden saat pemeriksaan tatap muka pada 29 Oktober lalu.
Dalam penjelasannya, Poltracking menyatakan bahwa data responden tersebut telah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan. Namun, saat diminta keterangan tertulis, mereka tidak melampirkan data mentah yang seharusnya.
Dewan Etik kemudian menerima data mentah dari Poltracking yang sebelumnya disebut hilang dan menemukan banyak perbedaan antara kedua data tersebut. “Kami tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Poltracking sudah sesuai prosedur, karena tidak ada penjelasan memadai terkait ketidaksesuaian data antara jumlah sampel valid yang hanya 1.652 dengan 2.000 yang dirilis,” jelas Asep.
Dengan situasi ini, Dewan Etik menetapkan bahwa Poltracking Indonesia tidak diperbolehkan merilis hasil survei tanpa persetujuan dari Persepi. “Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi,” tegas Asep.
Menjelang debat kedua Pilkada Jakarta pada 27 Oktober lalu, berbagai lembaga survei merilis hasil sigi terbaru mengenai elektabilitas ketiga pasangan calon. Dua lembaga, yaitu LSI dan Poltracking Indonesia, mengeluarkan hasil survei mereka di minggu yang sama. LSI menggunakan metode multistage random sampling dengan responden sebanyak 1.200 warga Jakarta dan margin of error sekitar 2,9 persen.
Hasil survei LSI menunjukkan pasangan calon nomor urut tiga, Pramono Anung-Rano Karno, unggul dengan tingkat keterpilihan 41,6 persen, sedangkan Ridwan Kamil-Suswono meraih 37,4 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana sebesar 6,6 persen.
Sebaliknya, Poltracking Indonesia merilis hasil survei pada 24 Oktober, yang menunjukkan Ridwan Kamil-Suswono unggul dengan elektabilitas 51,6 persen, diikuti Pramono-Rano dengan 36,4 persen dan Dharma-Kun Wardana sebesar 3,9 persen. Poltracking menggunakan 2.000 responden dengan metode wawancara tatap muka.
Ketegangan antara hasil survei ini menunjukkan potensi manipulasi yang bisa mempengaruhi pemilih di Pilgub Jakarta. Dewan Etik Persepi menekankan pentingnya integritas dan keakuratan dalam pelaksanaan survei untuk menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.***