DJADIN MEDIA– Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari “Partai Coklat” atau Parcok dalam Pilkada 2024. Istilah “Partai Coklat” belakangan ini digunakan untuk merujuk pada aparat kepolisian yang diduga terlibat dalam politik praktis.
“Kami tidak melihat adanya pola yang terstruktur dan sistematis dalam hal ini,” ujar Bima Arya dalam pernyataannya. Ia juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pihaknya belum menerima laporan terkait dugaan intervensi dari aparat kepolisian di Pilkada 2024.
Bima menjelaskan bahwa setiap aduan mengenai pelanggaran Pilkada akan ditangani berdasarkan kasus spesifik di masing-masing daerah. Ia menambahkan bahwa tidak ada pola yang konsisten yang bisa dijadikan patokan, baik terkait partai politik maupun kelompok tertentu.
“Jadi, tidak ada pola yang terpola, misalnya dari partai ini atau kelompok ini. Kami belum menemukan aduan yang spesifik mengenai intervensi seperti yang ditudingkan,” tegasnya.
Meskipun demikian, Bima mengakui bahwa sejauh ini aduan yang masuk lebih banyak berkaitan dengan dugaan pelanggaran ketertiban umum, pelanggaran netralitas ASN, serta dugaan ketidaklanggaran yang belum ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
“Saya belum menerima aduan spesifik terkait intervensi dari aparat kepolisian,” tambah Bima.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuding aparat kepolisian telah menyalahgunakan kekuasaan dalam Pilkada serentak 2024. Hasto mengklaim menerima banyak laporan tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi, yang awalnya dianggap sebagai tindakan oknum, namun kini dianggap sebagai masalah yang lebih luas.
Hasto menyebutkan beberapa daerah yang diduga mendapat campur tangan polisi, seperti Sulawesi Utara, Boyolali, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Menurutnya, campur tangan ini bertujuan untuk melanggengkan ambisi politik Presiden Jokowi, yang berpotensi mengancam pelaksanaan Pilkada yang demokratis, jujur, dan adil.***