DJADIN MEDIA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan santai terkait pemecatannya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang diumumkan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Menjawab pertanyaan wartawan di Solo, Jokowi menyebutkan bahwa partainya kini adalah “partai perorangan.”
“Ya berarti partainya perorangan,” kata Jokowi singkat saat ditanya tentang status keanggotaannya di PDIP, setelah Hasto menyatakan bahwa dirinya dan keluarganya sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDIP.
Pada kesempatan itu, Jokowi juga menikmati makan siang bersama awak media di sebuah rumah makan yang terletak tidak jauh dari kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo. Meskipun ditanya lebih lanjut mengenai keanggotaannya di PDIP, Jokowi hanya tersenyum dan mengulang pernyataannya, “Ya partainya partai perorangan. Ya udah itu.”
Jokowi juga tidak memberikan jawaban terkait tawaran untuk bergabung dengan Partai Golkar, dan tetap mengulangi kalimatnya sambil tersenyum, “Partainya partai perorangan.”
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa Jokowi dan keluarganya, termasuk putranya Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution, bukan lagi bagian dari keluarga besar PDIP. Hasto menyebutkan bahwa Jokowi sudah tidak sejalan dengan idealisme partai, terutama setelah mencalonkan Gibran melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pilpres 2024, meskipun PDIP telah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Gibran, yang berpasangan dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, akhirnya memenangkan Pilpres 2024, meskipun proses pencalonannya sempat mendapatkan sorotan terkait keputusan MK yang dipimpin oleh adik ipar Jokowi, Anwar Usman. Meskipun Anwar Usman kemudian dicopot karena pelanggaran etik, pencalonan Gibran tetap berjalan hingga ia terpilih sebagai Wakil Presiden.
Sementara itu, Hasto juga menanggapi ambisi Jokowi untuk terus berkuasa, menyatakan bahwa PDIP telah meminta maaf kepada rakyat Indonesia atas sikap yang dinilai mengabaikan cita-cita partai. “Kami telah menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Indonesia tentang seorang pemimpin yang karena kekuasaannya bisa berubah dan melupakan cita-cita yang membentuknya,” kata Hasto.***