DJADINMEDIA – InsidePolitik – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengajukan dua opsi jadwal pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024. Usulan ini mencakup pelantikan kepala daerah yang bersengketa maupun tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Rifqinizamy menyatakan, opsi tersebut akan dibahas bersama para penyelenggara pemilu, yakni Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pertemuan tersebut dijadwalkan berlangsung pada 22 Januari 2025 setelah masa reses DPR berakhir.
“Kami akan mengundang Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk merumuskan opsi pelantikan,” ujarnya.
Dua Opsi Pelantikan
Politikus Partai NasDem itu memaparkan dua opsi. Pertama, pelantikan seluruh kepala daerah dilakukan serentak setelah seluruh sengketa di MK diputuskan, yang diperkirakan rampung pada 12 Maret 2025. Pelantikan ini nantinya akan disahkan melalui peraturan presiden (Perpres).
Opsi kedua, pelantikan serentak dilakukan terlebih dahulu untuk kepala daerah yang tidak bersengketa sesuai jadwal Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024: gubernur dan wakil gubernur dilantik pada 7 Februari 2025, sementara bupati dan wali kota pada 10 Februari 2025. Adapun kepala daerah yang bersengketa akan dilantik setelah proses hukum di MK selesai, termasuk jika terdapat pemungutan suara ulang (PSU).
“Kami harus menyesuaikan jadwal pelantikan dengan perkembangan proses hukum di MK, termasuk PSU atau penghitungan ulang,” tambahnya.
Problematika Hukum
Rifqinizamy menyoroti potensi dilema hukum dalam penentuan jadwal pelantikan. Putusan MK Nomor 46 Tahun 2024 mengharuskan pelantikan dilakukan setelah seluruh sengketa selesai. Namun, Pasal 160 dan 160A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pelantikan adalah konsekuensi dari penetapan hasil Pilkada oleh KPU.
“Jika menunggu hingga pertengahan Maret, ada risiko melanggar ketentuan undang-undang ini,” katanya.
Pandangan Berbeda di Komisi II
Anggota Komisi II DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rahmat Saleh, meminta Mendagri tetap melantik kepala daerah yang tidak bersengketa sesuai jadwal. Menurutnya, wacana penundaan hingga Maret 2025 tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Pelantikan harus dilakukan sesuai jadwal, kecuali ada putusan MK yang mengharuskan penundaan,” tegasnya.
Rahmat menambahkan, dari 545 daerah yang menggelar Pilkada Serentak 2024, MK telah meregistrasi 309 perkara sengketa hasil pemilu. Artinya, lebih dari 200 kepala daerah terpilih tanpa sengketa harus menunggu akibat proses hukum yang berlangsung.
Penundaan pelantikan, lanjutnya, berpotensi menimbulkan kekosongan jabatan di sejumlah daerah, sehingga penjabat (Pj) kepala daerah harus kembali diangkat. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan publik dan pelaksanaan program daerah.
“Kita tidak ingin penundaan ini justru menciptakan persoalan baru, seperti kekosongan kepala daerah atau tumpang tindih proses sengketa,” ujar Rahmat.
Berdasarkan Perpres Nomor 80 Tahun 2024, pelantikan pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih dijadwalkan pada 7 Februari 2025, sedangkan pelantikan bupati dan wali kota pada 10 Februari.***