DJADINMEDIA – nsidePolitik – Pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, yang tengah dibongkar oleh TNI AL, menyisakan banyak pertanyaan. Hingga kini, pemerintah belum mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas proyek ini, menimbulkan kesan bahwa mereka ragu untuk melawan kekuatan besar di baliknya.
Mudzakkir, pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, mempertanyakan sikap pemerintah yang mengaku tidak memiliki cukup bukti untuk bertindak. Ia menilai alasan tersebut tidak dapat diterima.
“Jika sudah ada pagar seperti itu, masih ada alasan hukum yang bisa dijadikan dasar. Penegak hukum harus serius dalam menangani kasus ini. Atau mungkin mereka takut, sehingga enggan bersikap tegas,” ujar Mudzakkir. Ia bahkan menyarankan agar pemerintah jujur saja mengakui ketidakhadiran mereka dalam menghadapi ‘cukong’ yang diduga terlibat.
“Kalau pemerintah masih ragu-ragu, lebih baik mereka angkat tangan dan mengakui, ‘Kami tidak berani karena ini melibatkan perusahaan besar,’” tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya, menilai kasus pemagaran laut di pesisir Tangerang ini jelas mencurigakan, dengan adanya kepentingan ekonomi besar di balik proyek tersebut. Ia menduga Agung Sedayu Group, pengembang PSN PIK 2, sebagai aktor utama di balik pagar laut itu.
“Proyek ini tidak mungkin didanai oleh masyarakat kecil atau pengusaha lokal. Pemerintah harus terbuka dan tidak menutup-nutupi fakta ini. Pagar lautnya jelas terlihat, masyarakat tahu proses pembangunannya. Tidak mungkin pihak terkait tidak mengetahui apa yang terjadi,” tegas Indra.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyebut pembangunan pagar laut ini mirip dengan situasi pencurian yang terbongkar sebelum pelaku bertindak, yang membuat belum ada tindakan hukum yang bisa dilakukan. Nusron juga mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima laporan yang jelas mengenai apakah pagar ini terkait dengan proyek reklamasi.
Kekisruhan mengenai pagar laut ini telah berlangsung sejak 7 Januari 2025. Dugaan sementara mengarah pada Agung Sedayu Group sebagai pihak yang bertanggung jawab. Meskipun pihak kuasa hukum Agung Sedayu, Muannas Alaidid, membantah keterlibatan perusahaannya dalam pemasangan pagar tersebut, klaim ini bertentangan dengan keterangan warga setempat.
Heru Mapunca, seorang nelayan dari Desa Kronjo, Tangerang, mengungkapkan bahwa ia pernah melihat proses pemasangan pagar laut. Menurutnya, pada malam hari, ia menyaksikan truk-truk membawa bambu ke Pulau Cangkir. Keesokan harinya, ia menemukan para pekerja yang tengah sibuk dengan bambu tersebut, yang kemudian diduga digunakan untuk pagar laut.
Kontroversi ini terus berlanjut, menambah ketegangan di masyarakat dan memunculkan pertanyaan besar tentang transparansi dan keberanian pemerintah dalam menghadapi kekuatan ekonomi besar.***