DJADIN MEDIA – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DPC Lampung memberikan perhatian serius terhadap asas dominus litis yang diusulkan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurut mereka, konsep ini berpotensi menciptakan ketimpangan dalam sistem hukum, terutama dalam hubungan antara kejaksaan, kepolisian, dan lembaga peradilan.
Ketua DPC PERMAHI Lampung, Tri Rahmadona, menilai bahwa jika jaksa diberikan kendali penuh dalam menentukan kelanjutan atau penghentian suatu perkara tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, maka akan muncul potensi penyalahgunaan kewenangan.
“Pemberian wewenang besar kepada kejaksaan tanpa pengawasan yang ketat bisa membuka ruang intervensi kepentingan tertentu. Kita harus memastikan bahwa prinsip checks and balances dalam sistem peradilan tetap berjalan,” tegas Tri.
Tiga Sorotan Utama PERMAHI Lampung
🔹 Tumpang Tindih Kewenangan
- Dominasi jaksa dalam mengendalikan proses hukum dapat menimbulkan konflik dengan tugas kepolisian dalam penyelidikan dan penyidikan, yang berpotensi memperlambat jalannya penegakan hukum.
🔹 Celakanya Penyalahgunaan Kekuasaan
- Tanpa sistem pengawasan yang transparan, keputusan jaksa dalam menghentikan atau melanjutkan perkara bisa dipengaruhi faktor eksternal, termasuk kepentingan politik atau ekonomi tertentu.
🔹 Ketidaksempurnaan Regulasi dalam RUU KUHAP
- RUU ini masih memiliki banyak celah dalam mengatur mekanisme penyelidikan, penyidikan, dan pra-penuntutan, yang bisa memperumit proses hukum dan menunda pencapaian keadilan.
Tri menegaskan bahwa revisi terhadap KUHAP harus dilakukan secara hati-hati dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat sipil.
“RUU KUHAP harus mampu menciptakan sistem hukum yang adil dan transparan. Kami mendesak agar pembahasannya dilakukan dengan lebih komprehensif agar tidak merugikan masyarakat,” pungkasnya.***