Dedi Miryanto, S.E., M.Si.
ASN Kabupaten Lampung Selatan | Pengurus FKBN Lampung
DJADIN MEDIA- Dianggap sepele, urusan parkir justru menyimpan potensi besar sebagai sumber pendapatan daerah dan penggerak ekonomi lokal. Namun sayangnya, praktik di lapangan masih jauh dari ideal—didominasi oleh segelintir pihak, minim transparansi, dan rendah partisipasi warga.
Kini saatnya mengubah sudut pandang: parkir bukan sekadar soal retribusi, tapi ruang nyata untuk belajar tata kelola partisipatif. Beberapa daerah seperti Garut, Tegal, dan Bengkulu sudah membuktikan keberhasilan pendekatan pengelolaan parkir berbasis komunitas—melibatkan BUMDes, koperasi lokal, hingga paguyuban warga.
“Di desa-desa, peluang ini jauh lebih besar. Lokasi strategis seperti pasar tradisional dan desa wisata sangat potensial namun belum dikelola dengan sistem yang modern dan adil,” ungkap Dedi.
UU Desa sebenarnya memberi ruang legal untuk mengelola potensi lokal secara demokratis. Maka peran pemerintah daerah sangat penting—bukan untuk mengambil alih, tapi membina, mengawasi, dan membuka akses pelatihan manajemen keuangan, penggunaan aplikasi digital, hingga sistem rotasi kepengurusan.
“Kuncinya ada di transparansi dan akuntabilitas. Laporan keuangan pengelolaan parkir harus bisa diakses publik. Ini bagian dari pendidikan demokrasi ekonomi,” tambahnya.
Parkir bukan cuma tempat kendaraan berhenti, tapi ladang pembelajaran kolaboratif antara negara dan rakyat dalam mengelola ruang publik secara adil dan berkelanjutan.
Dari kota ke desa, dari pasar ke tempat wisata—parkir bisa menjadi laboratorium kecil demokrasi ekonomi. Kita hanya perlu serius membinanya.***