DJADIN MEDIA– Suara keresahan petani jagung menggema dalam forum silaturahmi dan diskusi yang digelar Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Kelompok Tani (Poktan) se-Kabupaten Lampung Selatan, Minggu (25/5/2025), di Aula Pantai Sanggar Kalianda. Agenda ini menjadi wadah menyikapi perubahan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk jagung yang dinilai merugikan petani.
Acara ini dihadiri oleh Ketua Koordinator Mitra Petani Lampung Selatan Suyatno, Ketua KTNA Amin Syamsudin, Tenaga Ahli DPR RI Ketut Wartadinanta, perwakilan Perum Bulog Lampung Selatan, serta manajer pengadaan Bulog Provinsi Lampung Ferdinal Farhan. Para ketua Gapoktan dan Poktan dari 17 kecamatan turut hadir menyatukan sikap.
Dalam diskusi tersebut, petani menyampaikan kekecewaan atas keputusan Badan Pangan Nasional (NFA) yang menetapkan HPP jagung sebesar Rp5.500 per kilogram, namun dengan syarat kadar air maksimal 14 persen. Persyaratan ini dinilai tidak realistis karena mayoritas petani belum memiliki fasilitas pengeringan memadai.
“Persyaratan kadar air ini sangat memberatkan. Petani tidak punya kapasitas mengolah jagung hingga kadar air 14 persen. Akibatnya, jagung tidak bisa langsung dijual ke Bulog setelah panen,” ujar Suyatno, Koordinator Mitra Petani.
Ia menambahkan, jika kondisi ini berlanjut, penyerapan jagung oleh Bulog akan terhenti, memukul pendapatan petani, terlebih menjelang panen raya yang akan berlangsung pada Juni mendatang.
Senada, Tenaga Ahli DPR RI Ketut Wartadinanta menekankan pentingnya transparansi dalam perubahan kebijakan. Ia menyarankan agar pemerintah pusat memberikan solusi konkret seperti subsidi pengeringan atau penyediaan fasilitas bersama untuk petani.
“Kami akan kawal aspirasi petani hingga ke DPR RI dan Badan Pangan Nasional. Suara petani harus didengar,” tegas Ketut.
Sementara itu, perwakilan Bulog menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan penugasan dari pemerintah pusat dan tidak berwenang mengubah ketentuan yang sudah ditetapkan.
Di akhir forum, peserta sepakat membentuk tim advokasi petani untuk menyampaikan keberatan secara resmi ke pemerintah pusat, seraya berharap ada revisi kebijakan yang lebih berpihak pada petani.***