DJADIN MEDIA — Program makan bergizi gratis yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran mendapat sambutan hangat dari para pengrajin tempe di Kota Bandar Lampung. Bagi mereka, inisiatif ini bukan hanya soal nutrisi anak bangsa, tetapi juga peluang untuk mendorong pertumbuhan UMKM lokal, terutama perajin tempe sebagai garda terdepan protein rakyat.
Arthur, pemilik UMKM tempe di Kupang Teba, Telukbetung Utara, menyatakan kesiapannya untuk berkontribusi dalam menyukseskan program makan gratis di sekolah-sekolah. “Kami bisa produksi sampai 100 kg tempe per hari, dan kalau pesanan naik, kami siap tambah pekerja,” ujarnya, Sabtu (28/6/2025).
Harga tempe pun masih sangat terjangkau, membuatnya ideal untuk jadi menu utama makan bergizi. Arthur menjelaskan, tempe ukuran besar dijual Rp5.000, ukuran sedang Rp3.000, dan yang paling kecil—ukuran ekonomis—Rp1.000 per potong. Harga ini menjadi kunci mengapa tempe digemari dari rumah tangga, hotel, restoran, hingga warung pinggir jalan.
Sutrisno, pengrajin tempe dari Jagabaya II, Way Halim, mengungkap hal serupa. Ia biasa memasarkan tempe kecil seharga seribu rupiah di Pasar Koga. “Kami sudah punya pelanggan tetap, tapi kami siap juga untuk penuhi kebutuhan dapur makan bergizi gratis,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan satu hal penting: proses produksi tempe tidak bisa instan. “Kalau mau pesan hari ini, enggak bisa langsung jadi. Butuh empat hari untuk proses fermentasinya,” jelas Sutrisno.
Seorang juru masak di dapur program makan bergizi gratis mengungkap bahwa mereka membutuhkan sekitar 250 papan tempe dengan total berat 62,5 kilogram untuk memenuhi kebutuhan 2.700 siswa di satu shelter di Kabupaten Pesawaran.
Permintaan besar ini tentu membuka peluang produksi massal—tapi juga menuntut perencanaan yang matang. Keterlambatan produksi bisa menyebabkan kekosongan pasokan di pasar umum, yang selama ini sangat bergantung pada tempe sebagai sumber gizi harian.
Meski demikian, baik Arthur maupun Sutrisno tetap optimis. Mereka mengaku siap meningkatkan kapasitas produksi dan membuka lapangan kerja baru, asalkan ada skema kerjasama yang terencana antara pengrajin dan penyelenggara program.
“Kami sangat mendukung program ini. Tapi tetap perlu koordinasi, jangan pesan mendadak. Kami juga ingin pelanggan lama tetap terlayani,” kata keduanya di lokasi berbeda.
Mereka berharap program unggulan Prabowo-Gibran ini tidak hanya meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, tapi juga memberi ruang bertumbuh bagi para pelaku UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Dengan sinergi yang kuat, tempe bisa jadi simbol pangan bergizi yang menjembatani kesejahteraan dan kemandirian bangsa.***
