DJADIN MEDIA– Semangat budaya dan spiritualitas mewarnai malam pergantian Tahun Baru Islam 1 Muharam 1447 H di Pekon Podomoro, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu. Sabtu malam (5/7/2025), masyarakat setempat menggelar Bersih Desa ke-98, dirayakan dengan pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk yang menampilkan dalang Ki Muryanto Cermo Saputro dari Sridadi, Kalirejo, Lampung Tengah. Lakon yang dibawakan malam itu, “Mbangun Candi Sapto Argo”, sarat nilai filosofi pembangunan dan pengabdian.
Acara yang berlangsung di Panti Wecono Podomoro, Balai Pekon setempat, turut dihadiri oleh Bupati Pringsewu, Riyanto Pamungkas, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya kegiatan adat sebagai bagian dari harmoni kehidupan.
“Selamatan desa ini adalah bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, sekaligus penghormatan terhadap alam dan sesama manusia. Melalui kegiatan ini, semua warga bersatu dalam kesetaraan dan semangat kebersamaan,” ujarnya.
Bupati Riyanto juga menyampaikan kabar baik terkait rencana pembangunan infrastruktur di wilayah Podomoro. Jalan yang menghubungkan Pekon Sidoharjo hingga Podorejo akan menjadi prioritas pemerintah daerah untuk mengurai kemacetan, khususnya saat arus mudik Lebaran.
“Ruas jalan ini akan menjadi alternatif strategis menuju wilayah utara dan Kotaagung. Kami berharap masyarakat mendukung program pembangunan ini,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati juga mengajak seluruh elemen masyarakat bergandengan tangan membangun Pringsewu yang Makmur — Mandiri, Aman, Kondusif, Maju, Unggul, dan Religius — menuju Lampung Maju dan Indonesia Emas.
Menapak Jejak Sejarah Pekon Podomoro
Kepala Pekon Podomoro, Supriyo, turut membagikan kilas balik sejarah desa yang kini telah berusia hampir satu abad. Podomoro awalnya merupakan kawasan kolonisasi yang dibuka oleh 9 kepala keluarga dari Jawa Tengah pada tahun 1927, dipimpin oleh Kromo Dimejo. Mereka membuka lahan dan menempati wilayah yang kemudian diberi nama Widoro Payung, disusul pemekaran ke wilayah utara dan barat yang dikenal sebagai Podomukti dan Podorejo.
“Nama Podomoro sendiri berasal dari filosofi ‘berdatangan bersama-sama’. Dari 4 dusun awal, wilayah ini terus berkembang hingga kini terbagi menjadi tiga dusun, dan beberapa dusun telah mekar menjadi pekon tersendiri,” jelas Supriyo.
Simbol Budaya dan Apresiasi
Sebagai penanda dimulainya pagelaran wayang, Bupati Pringsewu secara simbolis menyerahkan satu set wayang kepada Ki Muryanto. Selain itu, bentuk penghormatan juga diberikan kepada para mantan Kepala Pekon Podomoro melalui pemberian taliasih.
Kegiatan malam itu semakin meriah karena turut disiarkan langsung oleh LPPL Radio Siaran Pemerintah Daerah (Rapemda) Kabupaten Pringsewu, serta dihadiri oleh berbagai tokoh, di antaranya anggota DPRD Pringsewu Leswanda, Kepala Dinas PMD Iskandar Muda, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Supriyanto, jajaran kecamatan, aparat pekon, unsur forkopimka, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
Dengan iringan gamelan dan kisah pewayangan yang penuh nilai moral, malam Bersih Desa Podomoro menjadi ruang refleksi sekaligus perayaan atas perjalanan panjang sebuah desa yang dibangun atas semangat gotong royong, keberagaman, dan budaya luhur.***