DJADIN MEDIA — Gagasan pendirian SMA Siger yang diinisiasi oleh Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Meskipun program ini disebut sebagai bentuk kepedulian bagi warga prasejahtera, kritik dan kecurigaan terhadap latar belakang pendiriannya justru semakin menguat.
Dalam sebuah video yang viral di TikTok pada 10 Juli 2025, Eva Dwiana menyatakan bahwa SMA Siger merupakan program pendidikan gratis dengan seluruh biaya operasional ditanggung oleh Pemkot Bandar Lampung. Tak sedikit yang menilai niat tersebut sebagai langkah progresif demi meningkatkan akses pendidikan, terutama bagi keluarga tidak mampu.
Namun, nada sumbang datang dari Laskar Muda Lampung, ormas lokal yang justru menuding pendirian SMA Siger sarat konflik kepentingan dan rawan jadi bancakan dana publik.
“Kalau kita waras dan jeli melihat ini, jelas sangat berpotensi KKN,” ujar Misrul, Panglima Laskar Muda Lampung, Rabu (16/7/2025).
Ia menyoroti fakta bahwa adik kembar Wali Kota, Eka Afriana, menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung dan disebut ikut andil langsung dalam proses pendirian SMA Siger, termasuk perpindahan sejumlah guru SMP ke sekolah baru tersebut.
Misteri Yayasan SMA Siger: Ada Tapi Tak Terlacak
Lebih lanjut, Misrul dan tim investigasi Laskar Muda Lampung mencoba menelusuri eksistensi Yayasan Siger Prakarsa Bunda—badan yang disebut menjadi payung hukum SMA Siger. Namun, hingga kini tidak satu pun guru atau wakil kepala sekolah mengetahui secara pasti siapa yang mengelola yayasan tersebut.
Pencarian bahkan membawa Misrul hingga ke Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan Kesbangpol. Hasilnya nihil. Tak ada satupun pejabat yang bisa memberikan informasi tentang keberadaan legalitas yayasan.
“Kami sudah coba ke Disdik Provinsi, dan memang mereka menyatakan izin SMA Siger belum sampai ke provinsi. Jadi dari mana aliran dana ke sekolah ini?” tanya Misrul.
Ancaman Bagi Sekolah Swasta dan Guru Honorer
Polemik SMA Siger tak hanya soal legalitas dan potensi penyalahgunaan dana publik, tapi juga berdampak langsung terhadap ekosistem pendidikan swasta di Bandar Lampung.
Banyak sekolah swasta mengeluhkan sepinya pendaftaran siswa baru, akibat masifnya penerimaan peserta didik oleh sekolah negeri tanpa batas kapasitas. Kini, kehadiran SMA Siger yang berada di luar kewenangan Pemkot—karena pendidikan menengah merupakan ranah pemerintah provinsi—menambah beban.
“Sekolah swasta terancam kolaps, guru honorer kehilangan ladang penghasilan, bahkan hak sertifikasi pun bisa menguap,” ujar Misrul.
Di Mana Klarifikasi?
Hingga berita ini diturunkan, redaksi Bandarlampung_PikiranRakyat telah mencoba meminta klarifikasi kepada pihak Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, DPRD Kota dan DPRD Provinsi, namun belum ada satu pun yang memberikan pernyataan resmi.
Di tengah situasi ini, harapan masyarakat hanyalah satu: pendidikan harusnya menjadi ruang pembebasan, bukan ladang perburuan anggaran.***