DJADIN MEDIA– Kepala sekolah dan pengurus manajemen pendidikan SMA dan SMK swasta di Bandar Lampung kini tengah merasa resah dengan tindakan sejumlah camat dan lurah yang meminta data peserta didik secara langsung tanpa disertai surat resmi dari pemerintah. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran karena proses pengumpulan data tersebut tidak melalui mekanisme resmi yang diatur oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung.
Sunardi, Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, mengonfirmasi bahwa sampai saat ini tidak ada koordinasi resmi dari camat maupun lurah terkait pencarian data siswa tersebut. “Ini yang harus menjadi perhatian bersama. Saya sarankan agar data siswa tidak diberikan jika tidak ada surat resmi dari dinas atau instansi yang berwenang,” jelasnya, Selasa, 12 Agustus 2025.
Kepala-kepala sekolah swasta di Bandar Lampung menduga, permintaan data yang dilakukan dengan cara door to door tersebut merupakan instruksi langsung dari Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, yang kini kerap dijuluki dengan sebutan The Killer Policy. Dugaan ini muncul karena adanya indikasi bahwa Pemerintah Kota melalui kebijakan tersebut berupaya mengintervensi perpindahan murid ke SMA dan SMK swasta ilegal yang mereka dirikan, yakni SMA Siger.
SMA Siger, yang merupakan sekolah swasta ilegal buatan Pemkot Bandar Lampung, saat ini mengalami kesulitan besar dalam menarik minat peserta didik. Dari rencana awal mendirikan empat unit SMA Siger, hanya dua yang saat ini beroperasi karena jumlah pendaftar sangat minim, yakni sekitar 50 siswa saja. Selain itu, SMA ini belum memiliki gedung layak untuk kegiatan belajar mengajar, dan perizinannya pun belum jelas atau belum mendapatkan pengakuan resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung yang berwenang atas jenjang SMA dan SMK.
Lebih lanjut, anggaran untuk sekolah-sekolah ilegal ini pun belum dibahas atau disahkan oleh DPRD Kota Bandar Lampung, menimbulkan tanda tanya mengenai legalitas dan transparansi pendanaan sekolah tersebut. Kepala sekolah swasta mengkhawatirkan adanya intervensi dari Pemerintah Kota yang mengarahkan camat dan lurah untuk merebut murid dari sekolah swasta yang sudah eksis ke sekolah ilegal yang belum resmi ini.
Sunardi juga menyoroti adanya kemungkinan bahwa anak-anak dari keluarga kurang mampu dijanjikan beasiswa oleh Pemerintah Kota jika mau mendaftar ke SMA Siger. “Bisa jadi anak yang tidak mampu diiming-imingi beasiswa dari Pemkot, tapi sekolahnya di Siger yang belum jelas legalitasnya,” tuturnya.
Polemik ini juga menarik perhatian Panglima Ormas Ladam, Misrul, yang telah lama menyoroti kebijakan Eva Dwiana yang dianggap arogan dan kontroversial. Pada Selasa, 12 Agustus 2025, Misrul mengungkapkan dugaan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung, di bawah kendali Eva Dwiana, sengaja memperbanyak alokasi anggaran untuk SMA Siger dengan cara mengambil dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah) yang seharusnya dialokasikan untuk sekolah resmi.
Menurut Misrul, camat dan lurah diutus untuk mencari data siswa sesuai target agar anggaran yang besar bisa mengalir ke SMA Siger. “Disdik sudah mengakui tidak ada koordinasi dan izin administratif, DPRD bilang belum ada pengesahan, tapi kok semua seperti berjalan paksa dan ada gerakan camat serta lurah. Saya bingung ini apa sebenarnya yang terjadi. Apakah ini upaya untuk mengeruk banyak anggaran dari dana BOS dan BOSDA? Apa maksud sebenarnya dari Pemkot di bawah kendali Eva? Apalagi SMA dan SMK itu kewenangan Dinas Pendidikan, kenapa sampai melibatkan lurah dan camat?” ungkapnya dengan nada prihatin.
Situasi ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, orang tua siswa, dan para pendidik yang mempertanyakan legalitas dan tujuan sebenarnya dari kebijakan yang diduga menekan sekolah swasta resmi dan memaksakan keberadaan sekolah ilegal yang belum jelas statusnya. Para pengamat pendidikan dan aktivis pun mulai menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang dan anggaran dalam kasus ini, menuntut transparansi dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah provinsi maupun pusat.***