DJADIN MEDIA – Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bandar Lampung, Soni Enembe, menegaskan bahwa wacana pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kembu di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan, perlu dikaji ulang secara serius. Menurutnya, pemekaran kerap dipromosikan sebagai solusi percepatan pembangunan dan kesejahteraan, namun kenyataan di lapangan justru sering menimbulkan persoalan baru.
“Pemekaran daerah otonomi baru sering dijanjikan sebagai jalan pintas membuka lapangan kerja, mendekatkan pelayanan publik, dan mempercepat pembangunan. Tetapi yang perlu dikaji, apakah benar-benar untuk masyarakat atau sekadar instrumen pemerintah pusat dalam menggarap sumber daya alam Kembu,” tegas Soni Enembe, Sabtu (16/8/2025).
🔹 Janji Kesejahteraan Belum Terbukti
Soni menilai, janji pemekaran berupa peningkatan infrastruktur dan pembangunan bagi masyarakat lokal kerap tidak berjalan mulus. Banyak DOB di wilayah terpencil justru terhambat oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM), minimnya fasilitas pendukung, serta lemahnya kemandirian fiskal.
“Pembentukan DOB menuntut biaya sangat besar, mulai dari pengangkatan pejabat baru, pembangunan kantor, jalan, hingga biaya operasional. Jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) minim, maka DOB Kembu akan sangat bergantung pada dana pusat. Itu hanya akan melahirkan birokrasi gemuk dan tidak produktif,” ujarnya.
🔹 Potensi Konflik Sosial dan Lahan
GMKI Bandar Lampung juga mengingatkan potensi dampak sosial, termasuk pecahnya persatuan adat, konflik lahan, hingga perebutan sumber daya alam.
Menurut Soni, setidaknya ada tiga risiko utama dalam wacana pemekaran DOB Kembu:
- Janji kesejahteraan tidak jelas – justru menimbulkan beban anggaran baru dan memperparah kemiskinan.
- Potensi konflik sosial dan adat – bisa memicu sengketa lahan dan perebutan sumber daya.
- Ketidakmampuan daerah baru – akibat keterbatasan SDM dan ketergantungan besar pada dana pemerintah pusat.
🔹 Perkuat Daerah Induk, Bukan Hanya Pecah Wilayah
Sebagai solusi, GMKI mendorong pemerintah untuk memperkuat tata kelola daerah induk terlebih dahulu. Transparansi anggaran, pengelolaan sumber daya yang adil, serta pembangunan yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat dinilai lebih penting ketimbang sekadar memekarkan wilayah baru.
“Kesimpulannya, pemekaran Kembu harus dikaji secara kritis. Jangan sampai lebih banyak masalah yang lahir ketimbang manfaat yang dijanjikan,” tandas Soni.***