DJADIN MEDIA– Panggung demokrasi di Lampung kembali diwarnai kontradiksi politik. Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar meminta masyarakat yang akan berdemonstrasi pada 1 September untuk tertib dan menjaga martabat serta tradisi budi luhur.
“Mari kita jaga marwah Lampung sebagai daerah yang santun dan berbudaya. Sampaikan kritik dengan cara bermartabat, tanpa kekerasan dan tanpa merusak,” ujar Giri, Sabtu, 30 Agustus, melalui media digital yang tersebar di grup WhatsApp.
SMA Siger: Sekolah Ilegal Didukung Partai
Di sisi lain, partai yang ia wakili, Gerindra, diduga mendukung Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana (The Killer Policy) yang mendirikan SMA Swasta Ilegal Siger, berencana menggunakan APBD Pemkot Bandar Lampung untuk operasionalnya.
Mekanisme perizinan belum diterima pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, namun Eva tetap melanjutkan proyek ilegal ini dengan dukungan:
- Rahmat Mirzani Djausal, Gubernur Lampung sekaligus Ketua DPD Gerindra.
- Bernas, Ketua DPRD Bandar Lampung sekaligus Wakil Ketua DPD Gerindra Lampung.
- Ketua Komisi 4 DPRD Bandar Lampung.
Sekolah ilegal ini melanggar lebih dari lima peraturan perundang-undangan, termasuk UU Nomor 20 Tahun 2003, Perda Nomor 4 Tahun 2021, Perwali Nomor 7 Tahun 2022, dan sejumlah Permendikbud/Permendikdasmen.
Ancaman Hukum Bagi Penyelenggara
Penyelenggara, mulai dari ketua yayasan hingga kepala sekolah, terancam pidana:
“Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau pemerintah daerah dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” bunyi pasal UU Nomor 20 Tahun 2003.
Pengalihan Terminal Tipe C & Pelanggaran Perda
Eva juga berencana mengalihfungsikan Terminal Tipe C Panjang untuk gedung SMA Siger, bertentangan dengan Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang rencana tata ruang wilayah 2021–2041. Hal ini menambah daftar pelanggaran peraturan yang jelas berisiko pidana dan administrasi.
Kontradiksi Ketua DPRD
Ahmad Giri Akbar berbicara tentang martabat dan budi luhur, namun bungkam menghadapi pelanggaran yang didukung partainya. Stakeholder sekolah swasta telah menyampaikan keluhan ke Komisi 5 DPRD Lampung, namun SMA Siger tetap berjalan tanpa pengawasan.
Ironi nyata: kata-kata moral Ketua DPRD hanya berlaku untuk rakyat, sementara pejabat yang melanggar hukum dilindungi partai berkuasa.
Kesimpulan: Partai Pemenang Pemilu, tapi Abaikan Regulasi
Gerindra yang memenangkan Pemilu Lampung Februari 2024 seharusnya menjadi garda depan pembela rakyat. Namun dukungan terhadap SMA ilegal menunjukkan kontradiksi tajam antara janji politik dan praktik nyata.
Lampung butuh keberanian untuk menegakkan hukum dan melindungi kepentingan publik, bukan sekadar kata-kata manis dari pejabat yang diam menghadapi pelanggaran hukum.***

