DJADIN MEDIA– Provinsi Lampung kembali menjadi pusat perhatian pemerintah pusat dalam program hilirisasi dan investasi besar sektor pangan. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian merencanakan peremajaan tanaman di sektor hulu dengan kucuran dana mencapai Rp180 miliar pada Desember 2025. Langkah ini akan dilanjutkan dengan pembangunan pabrik pengolahan di sektor hilir pada tahun berikutnya, sebagai bagian dari strategi meningkatkan nilai tambah produk pertanian Lampung.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan antara Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dengan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI Abdul Roni Angkat, didampingi jajaran Kementan dan perwakilan perusahaan swasta, di Ruang Kerja Gubernur, Bandar Lampung, Kamis (18/9/2025). Pertemuan ini membahas secara rinci rencana hilirisasi produk pangan serta investasi strategis di sektor perkebunan Lampung.
Abdul Roni Angkat menjelaskan bahwa program ini akan menyasar hulu dan hilir industri pertanian Lampung. “Sesuai instruksi Menteri Pertanian, Lampung akan menjadi pilot project hilirisasi dan investasi besar. Di hulu, kita fokus pada peremajaan tanaman, penyediaan benih unggul, jasa penanaman, dan pengolahan tanah agar tercipta ekosistem pertanian yang produktif,” jelas Roni.
Roni menambahkan, hilirisasi di sektor hilir akan diwujudkan melalui pembangunan pabrik pengolahan berbagai produk perkebunan seperti pabrik tapioka, kopi, coklat, gula, dan produk olahan lainnya. “Nilai tambah dari bahan baku yang kita sediakan akan dikelola secara optimal agar Lampung bisa menjadi pusat produksi dan pengolahan pangan yang kompetitif secara nasional,” ujar Roni.
Tahap awal hilirisasi di sektor hulu diperkirakan mulai dieksekusi September 2025 dan ditargetkan rampung pada Desember 2025. Sedangkan pembangunan pabrik pengolahan akan dilakukan pada tahun 2026. “Investasi ini bukan hanya memperkuat sektor pertanian, tetapi juga membuka peluang kerja dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah,” tambahnya.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyoroti fakta bahwa sebagian besar hasil perkebunan Lampung diekspor dalam bentuk mentah, sehingga keuntungan yang diterima petani relatif kecil dan pertumbuhan ekonomi daerah lambat. “Sekitar 60 persen ekspor kopi Indonesia berasal dari Lampung. Hal yang sama berlaku untuk coklat. Saat ini, sekitar 70 persen uang hasil produksi keluar dari Lampung. Jika aliran itu tetap berada di Lampung melalui hilirisasi, pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat signifikan,” jelas Mirza.
Mirza optimistis Lampung akan menjadi pusat hilirisasi produk pangan nasional. Faktor lahan yang luas, hasil perkebunan melimpah, dan lokasi strategis yang dekat dengan Jakarta menjadi daya tarik bagi perusahaan yang ingin membangun pabrik pengolahan di provinsi ini. “Banyak investor sudah melirik Lampung karena potensi dan kondisi geografisnya sangat mendukung. Dengan sinergi antara pemerintah dan sektor swasta, Lampung bisa menjadi sentra hilirisasi pangan terbesar di Indonesia,” kata Mirza.
Lebih lanjut, program hilirisasi ini juga diharapkan mampu mendukung pengembangan industri lokal, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan keterampilan SDM di bidang pertanian dan pengolahan pangan, serta memperkuat ketahanan pangan nasional. Pemerintah provinsi akan berperan aktif memfasilitasi perizinan, penyediaan lahan, dan penguatan ekosistem bisnis untuk menarik lebih banyak investasi.
Dengan dana Rp180 miliar untuk peremajaan tanaman dan rencana pembangunan pabrik pengolahan, Lampung diharapkan menjadi model provinsi yang mampu memaksimalkan nilai tambah produk pertanian. Program ini diyakini akan mendorong peningkatan pendapatan petani, memperkuat ekonomi lokal, dan menjadikan Lampung sebagai pusat pengolahan pangan yang strategis di Pulau Sumatera.***