DJADIN MEDIA – Forum Muda Lampung (FML) bersiap menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di ibukota, menyoroti dua isu krusial yang melilit Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung. Aksi ini dijadwalkan berlangsung pada akhir pekan ini, dan akan menuntut tindakan tegas dari lembaga penegak hukum pusat, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).
Sekretaris Jenderal FML, M. Iqbal Farochi, memimpin rangkaian aksi yang dijadwalkan dimulai pada Jumat, 17 Oktober 2025. Lokasi pertama adalah depan Kejaksaan Agung RI, dengan tuntutan utama mendesak audit mendalam atas alokasi dana hibah senilai Rp60 miliar oleh Pemkot Bandar Lampung untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi Lampung.
Iqbal menegaskan bahwa alokasi dana tersebut merupakan bentuk “pengkhianatan” terhadap kepentingan publik, apalagi di tengah kondisi keuangan Pemkot yang tengah defisit dan menumpuk utang. “Kami datang untuk mempertanyakan nurani para penegak hukum. Bagaimana mungkin dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan warga, seperti penanganan banjir, perbaikan jalan, dan pengentasan kemiskinan, justru digelontorkan ke proyek yang seharusnya dibiayai APBN?” tegasnya.
Selain mendesak audit, FML menuntut Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi, bahkan mempertimbangkan pembatalan alokasi hibah tersebut. FML juga mengingatkan bahwa penggunaan dana publik harus transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan hanya sebagai proyek simbolis yang menguntungkan segelintir pihak.
Setelah agenda di Kejagung, FML akan melanjutkan aksinya ke Mabes Polri dengan fokus pada kasus skandal pemalsuan identitas yang menyeret nama saudari kembar Wali Kota Bandar Lampung, Eka Afriana. Kasus yang telah dilaporkan oleh LSM Trinusa ke Polda Lampung sejak pertengahan 2025 ini dinilai berjalan lambat dan mandek. Eka Afriana diduga memanipulasi tahun kelahirannya untuk memenuhi persyaratan usia maksimal saat mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada tahun 2008.
Iqbal menegaskan, lambannya penanganan kasus ini memunculkan dugaan adanya intervensi kekuasaan dan “main mata” antara pihak terkait. “Kasus ini jelas mengandung unsur pidana serius yang mencoreng integritas birokrasi negara. Namun prosesnya di Polda Lampung berjalan lambat bahkan cenderung mandek. Oleh karena itu, kami mendesak Kapolri untuk mengambil alih perkara agar hukum berjalan independen, transparan, dan tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Aksi FML kali ini tidak hanya menyoroti penyalahgunaan dana publik, tetapi juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan bebas dari intervensi kekuasaan. FML berharap kehadiran mereka di pusat lembaga penegak hukum menjadi momentum untuk menuntut akuntabilitas, transparansi, dan keadilan bagi warga Bandar Lampung.
Selain orasi dan tuntutan resmi, aksi FML akan menampilkan pemaparan data dan dokumen pendukung terkait hibah Rp60 miliar serta kronologi kasus pemalsuan identitas. FML juga akan mengajak masyarakat dan media untuk ikut menyoroti dugaan praktik penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum.
Dengan skala aksi yang melibatkan puluhan hingga ratusan peserta, FML menekankan bahwa ini adalah bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan penggunaan anggaran publik dan penegakan hukum. “Kami ingin memastikan bahwa tidak ada satu pun pihak yang berada di atas hukum, dan semua kebijakan publik harus berpihak pada kepentingan rakyat,” pungkas Iqbal.***

