DJADIN MEDIA– Semangat kemanusiaan kembali menggeliat di tanah Lampung Selatan. Wanita Filantropi Indonesia (WFI), organisasi sosial yang dikenal aktif di berbagai daerah, hadir membawa harapan baru bagi warga kurang mampu melalui program bedah rumah layak huni. Kegiatan tersebut digelar di dua lokasi berbeda, yakni Desa Negeri Pandan, Kecamatan Kalianda, dan Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, Rabu (15/10/2025).
Acara ini dihadiri langsung oleh Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama, Ketua Umum WFI Jesmawati Tanjung, Wakil Ketua III DPRD Lampung Selatan Bella Jayanti, serta sejumlah pejabat penting Pemkab Lampung Selatan. Suasana penuh haru dan kebersamaan mewarnai kegiatan sosial yang tidak hanya membangun rumah, tetapi juga menumbuhkan kembali semangat gotong royong di tengah masyarakat.
Dalam sambutannya, Bupati Radityo Egi Pratama menyampaikan rasa syukur dan apresiasi mendalam atas inisiatif WFI. Ia menilai kegiatan tersebut sejalan dengan misi pemerintah daerah untuk menciptakan kehidupan yang lebih layak bagi seluruh warga Lampung Selatan.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Jesmawati Tanjung dan seluruh jajaran WFI. Kehadiran dan kepedulian Ibu-ibu luar biasa ini menjadi bukti nyata bahwa kerja sosial tidak mengenal batas wilayah,” ujar Egi dengan penuh semangat.
Bupati Egi juga memaparkan kondisi nyata di lapangan. Saat ini, masih ada sekitar 8.000 rumah tidak layak huni di Lampung Selatan. Untuk menekan angka tersebut, pemerintah daerah mengalokasikan anggaran pembangunan 474 unit rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta menambah 264 unit melalui dukungan dana desa.
“Dari total program tahun ini, sebanyak 221 unit rumah sudah selesai dibangun. Semuanya akan mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) secara gratis sebagai bentuk dukungan penuh dari pemerintah,” tegasnya.
Menurut Egi, keberhasilan program seperti ini sangat bergantung pada kolaborasi dan kepedulian berbagai pihak. “Kami ingin Lampung Selatan menjadi contoh daerah yang mengutamakan semangat gotong royong. Di sini ada masyarakat dari berbagai suku, agama, dan budaya, tapi semua bersatu demi kesejahteraan bersama,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum WFI Jesmawati Tanjung tak dapat menyembunyikan rasa haru dan bangganya. Ia menuturkan bahwa kegiatan sosial ini bukan sekadar aksi filantropi, tetapi juga panggilan nurani untuk membantu sesama.
“Sejak dini hari kami sudah bersiap untuk kegiatan ini. Kami percaya bahwa membantu sesama adalah bentuk ibadah. Program bedah rumah kami pilih karena rumah adalah kebutuhan dasar. Setiap keluarga berhak memiliki tempat tinggal yang layak dan aman,” ungkap Jesmawati di sela kegiatan.
Ia juga memberikan apresiasi khusus kepada Bupati Egi dan seluruh jajaran Pemkab Lampung Selatan atas dukungan penuh yang diberikan. “Kami tahu Pak Bupati sangat sibuk, tetapi beliau masih menyempatkan waktu untuk mendampingi kami. Ini bentuk nyata bahwa pemerintah daerah benar-benar memiliki hati untuk rakyatnya,” tuturnya.
Program bedah rumah yang dilaksanakan WFI tidak hanya membantu penerima manfaat secara fisik, tetapi juga memberi dampak sosial yang besar. Para warga turut berpartisipasi dalam proses pembangunan, mencerminkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Salah satu penerima manfaat, Lekok, tak mampu menahan air mata saat melihat rumahnya mulai direnovasi. “Saya tidak menyangka akan mendapat bantuan seperti ini. Terima kasih kepada Ibu Jesmawati, Pak Bupati, dan semua pihak yang peduli. Ini seperti mimpi jadi kenyataan,” katanya haru.
Kegiatan ini juga menjadi momentum penting untuk menegaskan peran perempuan dalam gerakan sosial dan kemanusiaan. WFI berkomitmen untuk terus menebar manfaat melalui berbagai program seperti pemberdayaan ekonomi keluarga, bantuan pendidikan, serta kegiatan sosial kemanusiaan lainnya.
Dengan kolaborasi antara pemerintah daerah dan organisasi sosial seperti WFI, Lampung Selatan menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari kepedulian kecil. Program bedah rumah ini bukan hanya memperbaiki bangunan, tetapi juga memperkuat fondasi kemanusiaan — bahwa gotong royong dan kepedulian sosial masih hidup dan terus menjadi kekuatan utama dalam membangun bangsa.***
