DJADIN MEDIA– Forum Muda Lampung (FML) kembali menyuarakan desakan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dengan menggelar aksi demonstrasi jilid II, Kamis (22/10/2025). Aksi ini menyoroti polemik dana hibah senilai Rp60 miliar yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, yang hingga kini belum menunjukkan progres signifikan dalam penyelidikan.
Massa FML datang dengan membawa simbol-simbol unik. Salah satunya, pemberian produk herbal “Tolak Angin” kepada pihak Kejagung. Aksi simbolis ini dimaksudkan agar Kejagung tidak “masuk angin” atau lamban dalam menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan hibah. Tidak berhenti di situ, para demonstran juga melakukan ritual “kerokan massal” yang menjadi simbol satire, seolah-olah mengingatkan Kejagung untuk segera “disembuhkan” agar kembali segar dan berani menegakkan hukum.
Aksi ini sekaligus menjadi bentuk lanjutan dari tuntutan FML yang pertama kali disuarakan pada aksi jilid I pekan lalu. Dalam aksi sebelumnya, FML melaporkan dan mendesak Jamwas Kejagung untuk melakukan audit menyeluruh dan investigasi terhadap pemberian hibah Rp60 miliar, khususnya terkait hasil pemeriksaan Jamintel terhadap 13 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Bandar Lampung dan Walikota terkait dugaan penyalahgunaan APBD 2023.
Sekretaris Jenderal FML, M. Iqbal Farochi, menyatakan bahwa lambatnya respons dari Kejagung menimbulkan kekecewaan dan keresahan publik. “Kami datang kembali untuk menagih janji dan progres penanganan. Jangan sampai Kejagung terlihat menutup mata atau mengulur waktu. Hibah Rp60 miliar di tengah kondisi defisit dan persoalan masyarakat soal banjir serta infrastruktur jelas merusak rasa keadilan,” kata Iqbal dalam orasinya.
Lebih jauh, Iqbal menekankan pentingnya transparansi dan integritas penegak hukum dalam menangani kasus ini. “Ini bukan hanya soal uang, tapi soal marwah penegak hukum. Jika ada konflik kepentingan antara pemberi dan penerima hibah, Kejagung harus bertindak cepat dan terbuka agar publik tidak kehilangan kepercayaan,” tegasnya.
Selain itu, aksi ini juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat luas mengenai pentingnya pengawasan terhadap dana publik. Massa FML membentangkan spanduk dan poster yang menyoroti kontradiksi antara besarnya dana hibah dengan kondisi nyata masyarakat, yang masih menghadapi permasalahan banjir, jalan rusak, dan pelayanan publik yang kurang memadai.
FML menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti hingga ada tindakan nyata dari Kejagung. “Jika dalam waktu dekat Kejagung tidak menunjukkan langkah tegas dan progres signifikan, kami akan menggelar aksi skala lebih besar, melibatkan lebih banyak masyarakat, termasuk elemen mahasiswa dan komunitas masyarakat sipil. Supremasi hukum harus ditegakkan, tidak boleh dikalahkan oleh oligarki lokal,” tambah Iqbal.
Aksi jilid II ini berlangsung tertib, dengan pengawalan dari aparat kepolisian. Namun, pesan yang dibawa FML cukup keras: publik Lampung dan masyarakat luas menuntut agar kasus hibah Rp60 miliar ditangani secara transparan, akuntabel, dan tanpa pandang bulu.***

