DJADIN MEDIA– Kasus penggelapan dana kembali mengguncang dunia perkoperasian di Lampung. Seorang karyawan koperasi di Kabupaten Pringsewu, berinisial BDH (41), akhirnya ditangkap polisi setelah diduga menilep uang setoran anggota koperasi hingga ratusan juta rupiah. Pelaku yang merupakan warga Pekon Purwodadi, Kecamatan Adiluwih, itu kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Penangkapan BDH dilakukan oleh Satreskrim Polres Pringsewu pada Jumat (7/11/2025) sekitar pukul 10.00 WIB. Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi menemukan dua alat bukti kuat yang menunjukkan adanya praktik penggelapan uang setoran koperasi yang dilakukan secara sistematis selama beberapa tahun.
Kasat Reskrim Polres Pringsewu, AKP Johannes Erwin Parlindungan Sihombing, mewakili Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunnus Saputra, membenarkan penangkapan tersebut. Ia menjelaskan, tersangka sudah diamankan dan tengah menjalani proses penyidikan lebih lanjut di Mapolres Pringsewu. “Pelaku telah kami amankan dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan intensif. Dari hasil penyelidikan, ia diduga telah melakukan penggelapan sejak tahun 2020 hingga 2024,” ujarnya pada Minggu (9/11/2025).
Kasus ini mulai terungkap setelah manajer Koperasi Santo Petrus Kalirejo, Lampung Tengah, bernama Untung Budiono, melakukan kunjungan rutin ke salah satu anggota koperasi di Pekon Kutawaringin, Kecamatan Adiluwih, pada 13 September 2024. Dalam kunjungan itu, Untung menemukan adanya perbedaan mencolok antara data pembayaran anggota di Buku Anggota dengan catatan sistem Sicundo milik koperasi.
Kecurigaan semakin menguat setelah anggota koperasi mengaku bahwa selama ini mereka selalu membayar angsuran pinjaman kepada BDH selaku pendamping lapangan koperasi. Namun, setelah dicek dalam sistem, setoran tersebut tidak tercatat sebagai pembayaran resmi. Dugaan kuat muncul bahwa BDH telah menyelewengkan uang setoran itu untuk kepentingan pribadi.
Tak tinggal diam, pihak manajemen koperasi segera melakukan audit internal menyeluruh. Hasilnya mencengangkan: ditemukan 19 penyimpangan transaksi dengan total kerugian mencapai Rp223.979.950. Audit tersebut juga menemukan bahwa modus BDH dilakukan dengan cara menerima uang tunai dari anggota, namun tidak menyetorkannya ke kas koperasi. Uang tersebut kemudian digunakan untuk menutupi utang pribadinya dan kebutuhan hidup sehari-hari.
“Dalam pemeriksaan, tersangka mengakui seluruh perbuatannya. Ia mengaku menggunakan uang hasil penggelapan dengan sistem gali lubang tutup lubang untuk menutupi kekurangan dari setoran sebelumnya,” ungkap AKP Johannes.
Sebagai barang bukti, polisi menyita 19 buku anggota Koperasi Santo Petrus Kalirejo yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian data setoran. Hingga kini, penyidik masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat atau mengetahui praktik penggelapan tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian publik lantaran menunjukkan lemahnya sistem pengawasan di lembaga keuangan mikro, terutama di tingkat daerah. Polisi juga mengimbau kepada pengurus koperasi lain agar memperketat sistem pencatatan dan memperkuat audit internal untuk mencegah kasus serupa terulang.
Atas perbuatannya, BDH dijerat Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Pihak kepolisian menegaskan bahwa proses hukum akan dilakukan secara transparan hingga tuntas.
Kasus BDH menjadi pengingat keras bagi seluruh karyawan koperasi bahwa kepercayaan anggota adalah fondasi utama lembaga keuangan rakyat. Sekali kepercayaan itu disalahgunakan, dampaknya bisa menghancurkan kredibilitas lembaga dan merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat kecil yang menggantungkan harapannya pada sistem koperasi.***

