DJADIN MEDIA– Dalam upaya memperkuat gerakan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPD GRANAT) Provinsi Lampung menerima kunjungan silaturahmi dari perwakilan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung. Pertemuan yang berlangsung di ruang utama Graha Karya, Senin (10/11/2025) itu menjadi ajang berdiskusi dan bertukar gagasan tentang bahaya laten narkoba di kalangan generasi muda.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPD GRANAT Lampung, H. Tony Eka Candra, menyambut langsung perwakilan mahasiswa yang terdiri dari Rachel Aulia Az-Zahra, Nia Angelina, Maudy Aprilica, Ruth Stevy Tobing, dan Abyas Fachri Efendi. Turut hadir pula jajaran pengurus GRANAT Lampung, di antaranya Ketua Harian Drs. Rusfian, MIP, Sekretaris Agus Bhakti Nugroho, SH., MH., Konselor Rachmad Cahya Aji dan Toni Fisher, SE., SH., Wakil Sekretaris DR. Bobby Bachri, H. Yuhadi, SHI, MH, Ali Chandra, S.Ag, Suwardi Bojes, SHI, serta Caesar Kurniawan, SH., MH.
Dalam suasana hangat penuh kekeluargaan, Tony Eka Candra mengajak mahasiswa untuk memahami ancaman narkoba yang kini sudah menjadi bencana nasional. Ia menyebutkan bahwa Indonesia tidak lagi berada dalam status “darurat narkoba”, melainkan sudah berada dalam situasi “bencana narkoba”. Hal ini karena setiap tahun, sekitar 18 ribu orang meninggal sia-sia akibat penyalahgunaan narkotika, dan jumlah pengguna aktif di Indonesia telah mencapai 5,9 juta jiwa.
Di Provinsi Lampung sendiri, Tony mengungkapkan, terdapat sekitar 128.529 pengguna narkoba. Yang lebih memprihatinkan, 22 persen di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa, generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bangsa. Ia menegaskan bahwa peredaran narkoba tidak hanya menyasar kota besar, tetapi juga telah masuk hingga pelosok daerah dengan berbagai modus.
Tony yang juga Bendahara DPD Partai Golkar Provinsi Lampung menjelaskan bahwa jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan antara lain ganja, ekstasi, dan sabu. Sasaran utamanya adalah kelompok pelajar, mahasiswa, serta pekerja usia produktif. Bisnis narkoba, kata Tony, menjadi sangat menggiurkan karena perputaran uang yang besar dan permintaan pasar yang terus meningkat.
Menurut Tony, perlawanan terhadap penyalahgunaan narkoba harus dilakukan dengan empat strategi utama: preemtif, preventif, represif, dan rehabilitasi.
Pertama, strategi preemtif dilakukan dengan pendekatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar menjauhi narkoba. Langkah ini, menurutnya, perlu terus digalakkan di sekolah, kampus, hingga lingkungan kerja.
Kedua, strategi preventif difokuskan pada upaya pencegahan masuknya barang haram tersebut ke Indonesia. Tony menyoroti pentingnya pengawasan di jalur-jalur masuk seperti bandara, pelabuhan resmi maupun pelabuhan tikus di sepanjang garis pantai Indonesia. Ia juga menekankan perlunya pelibatan masyarakat dalam membantu aparat penegak hukum melalui sistem pelaporan dini dan razia berkelanjutan di titik-titik rawan.
Ketiga, strategi represif berkaitan dengan penegakan hukum tegas dan konsisten sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ia menegaskan bahwa produsen, bandar, dan pengedar narkoba merupakan musuh negara dan umat manusia yang pantas dijatuhi hukuman maksimal, bahkan hukuman mati, untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku lain.
Keempat, strategi rehabilitasi ditujukan bagi para pecandu narkoba agar dapat kembali menjalani kehidupan normal. Upaya ini mencakup rehabilitasi medis, psikologis, dan sosial yang dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Tony menilai, hanya dengan metode yang masif dan kolaboratif, rantai peredaran narkoba dapat diputus secara efektif.
Dalam kesempatan itu, Tony juga menyampaikan rasa bangga kepada mahasiswa FISIP Unila yang aktif menjalin kerja sama dengan GRANAT Lampung. Ia berharap generasi muda dapat menjadi motor penggerak perubahan sosial dengan ikut menyuarakan kampanye anti-narkoba di lingkungan kampus dan masyarakat.
Tony menutup pertemuan dengan pesan moral yang kuat: pemberantasan narkoba bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum dan pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Ia mengajak masyarakat untuk bersatu dalam gerakan nasional menolak narkoba, guna mewujudkan cita-cita Indonesia yang sehat, produktif, dan bebas dari ancaman narkotika.
“Jika seluruh masyarakat dan elemen bangsa bersatu melawan penyalahgunaan narkoba, maka ruang gerak para bandar akan semakin sempit. Bersama-sama kita bisa mewujudkan Indonesia yang sehat, kuat, dan bebas narkoba,” pungkas Tony.***

