• Biolink
  • Djadin Media
  • Network
  • Sample Page
Tuesday, November 25, 2025
  • Login
Djadin Media
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
Djadin Media
No Result
View All Result
Home Daerah

Kisruh SMA Siger dan Dua Pejabat Bandar Lampung yang Diibaratkan “Siti Hawa Langgar Aturan Surga”

MeldabyMelda
November 16, 2025
in Daerah
0
Kisruh SMA Siger dan Dua Pejabat Bandar Lampung yang Diibaratkan “Siti Hawa Langgar Aturan Surga”

DJADIN MEDIA- Pagi yang seharusnya tenang usai sisa hujan malam, mendadak berubah riuh oleh ingatan tentang sebuah sekolah: SMA Swasta Siger di Kota Bandar Lampung. Ingatan itu membangunkan berbagai persoalan yang menggelayut di balik pendiriannya—persoalan yang mengingatkan pada kisah klasik: pelanggaran Siti Hawa terhadap larangan surga.

Bukan kisah religius, melainkan analogi yang muncul ketika mengingat dua tokoh penting: Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bandar Lampung, Eka Afriana. Keduanya, layaknya tokoh dalam cerita itu, dianggap telah melanggar sesuatu yang jelas dilarang.

Bayangkan situasinya. Di surga, buah terlarang sudah jelas tidak boleh disentuh. Namun tetap dicicipi. Dalam konteks ini, aturan negara—Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003—telah lama menjadi rambu hukum yang tidak boleh ditabrak. Namun rambu itu, menurut berbagai pihak, dilewati begitu saja.

Kasusnya bermula ketika SMA Siger, sekolah swasta yang ternyata dimiliki oleh lima orang termasuk Kadisdikbud Eka Afriana, mulai membuka pendaftaran peserta didik baru. Pengumuman itu bahkan disampaikan langsung oleh Wali Kota Eva Dwiana pada Juli 2025. Sekilas, pengumuman tersebut tampak normal seperti peluncuran sekolah baru pada umumnya.

Namun yang menjadi persoalan adalah: sekolah itu belum memiliki legalitas formal dari Kemenkumham. Yayasan pendirinya belum terdaftar, izin operasional belum jelas, dan prosesnya tidak memenuhi standar normatif. Padahal, para praktisi pendidikan Lampung, kepala sekolah swasta, hingga legislator daerah sudah memberikan peringatan berulang kali.

Tetapi peringatan itu tidak menggoyahkan langkah. Pendaftaran murid baru tetap digelar pada 9–10 Juli 2025. Bahkan disebut-sebut sekolah tersebut menawarkan pendidikan gratis karena ditanggung Pemkot Bandar Lampung. Ironisnya, hal itu disampaikan tanpa transparansi bahwa SMA Siger bukanlah sekolah milik pemerintah, melainkan milik pribadi termasuk seorang pejabat yang mengatur pendidikan di kota tersebut.

Kronologi makin keruh ketika terungkap SMA Siger menempati gedung dan fasilitas yang merupakan aset SMP Negeri 38 dan SMP Negeri 44 Kota Bandar Lampung. Pemakaian aset negara tanpa prosedur formal seperti BAST (Berita Acara Serah Terima) jelas menabrak aturan Permendagri mengenai pengelolaan aset daerah.

Kabid Dikdas Bandar Lampung, Mulyadi, mengakui adanya izin, tetapi tidak pernah menunjukkan dokumen pembuktiannya. Sementara Plt Kasubag Aset dan Keuangan Disdikbud juga belum memberikan klarifikasi. Keheningan pejabat-pejabat ini menimbulkan banyak tanda tanya: apakah seluruh proses dipengaruhi atau dikendalikan oleh dua sosok kuat di balik pendirian sekolah itu?

Analogi “Siti Hawa melanggar aturan surga” menjadi semakin pas ketika melihat bagaimana aturan formal negara diabaikan begitu saja demi kepentingan tertentu. Tidak ada neraka yang menanti mereka, tetapi publik layak bertanya: apakah tidak ada konsekuensi atas pelanggaran regulasi yang dianggap fundamental ini?

Ketika pejabat publik ikut terlibat dalam pendirian sekolah swasta tanpa legalitas, memanfaatkan fasilitas negara, lalu mempromosikannya secara terbuka, maka persoalannya bukan lagi administratif. Ini menyangkut integritas jabatan, konflik kepentingan, dan etika pemerintahan yang seharusnya menjadi landasan moral pejabat daerah.

Hingga kini, polemik SMA Siger masih berlangsung. Akhirnya publik mengetahui bahwa pendiri Yayasan Siger Prakarsan Bunda bukan hanya Eka Afriana sebagai Kepala Disdikbud, tetapi juga beberapa pejabat lain: Khaidarmansyah (eks Plt Sekda), Satria Utama (Plt Kasubag Aset dan Keuangan), Agus Didi Bianto (Bendahara), serta Suwandi Umar (Pengawas). Struktur kepemilikan ini menguatkan dugaan bahwa seluruh operasional sekolah melibatkan jaringan kekuasaan yang berpotensi mempengaruhi prosedur formal.

Pertanyaannya: apakah kasus ini akan menjadi sekadar polemik yang berlalu begitu saja? Atau akan menjadi pelajaran penting bahwa aturan negara bukanlah “buah surga” yang bisa dicicipi seenaknya?***

Source: WAHYU WIDODO
Tags: aset daerahDisdikbud Bandar LampungEka AfrianaEva DwianaKonflik KepentinganPelanggaran SisdiknasPendidikan LampungPolemik Sekolah SwastaPPDB 2025SMA SIGER
Previous Post

Percepat Penyelesaian Masalah Tanah! Menteri Nusron Geruduk Sulsel, Bongkar 6 Persoalan Krusial yang Menghambat Pembangunan Daerah

Next Post

Polres Pringsewu Siap Gelar Operasi Zebra Krakatau 2025, Fokus Keselamatan & Edukasi Pengendara

Next Post
Polres Pringsewu Siap Gelar Operasi Zebra Krakatau 2025, Fokus Keselamatan & Edukasi Pengendara

Polres Pringsewu Siap Gelar Operasi Zebra Krakatau 2025, Fokus Keselamatan & Edukasi Pengendara

Facebook Twitter

Alamat Kantor

Perumahan Bukit Billabong Jaya Blok C6 No. 8,
Langkapura, Bandar Lampung
Email Redaksi : lampunginsider@gmail.com
Nomor WA/HP : 081379896119

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In