• Biolink
  • Djadin Media
  • Network
  • Sample Page
Tuesday, November 25, 2025
  • Login
Djadin Media
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
Djadin Media
No Result
View All Result
Home Daerah

Dengan puisi hikayat sinar yang disangkal, muhammad alfariezie hadirkan liris kontemplatif yang mendalam

MeldabyMelda
November 24, 2025
in Daerah
0
Dengan puisi hikayat sinar yang disangkal, muhammad alfariezie hadirkan liris kontemplatif yang mendalam

DJADIN MEDIA– puisi hikayat sinar yang disangkal karya muhammad alfariezie menghadirkan lanskap batin yang lirih dan reflektif, menyingkap hubungan manusia dengan alam semesta sekaligus menyorot kesunyian eksistensial yang kerap tak terlihat. dalam puisi ini, dunia langit—bulan dan bintang—menjadi cermin bagi perasaan manusia, menghadirkan keheningan, kesendirian, dan ironi yang mengalir secara halus namun menyentuh.

hikayat sinar yang disangkal

bulan datang dengan kesendirian
yang begitu-begitu saja meski
bintang sedang bahagia dalam
rahasianya. mungkin karena
bulan enggak pandai memanfaatkan
ruang walau matahari telah banyak
memberi sejak pagi hingga senja.
sepertinya, langit musykil memilih
bulan sebagai penghias termulia.
bulan, pantas menjadi lahan
tambang china

sejak baris pertama, bulan datang dengan kesendirian, alfariezie mengajak pembaca menyelami ruang batin yang sepi namun akrab. kesendirian bulan tidak sekadar gambaran kosmis; ia menjadi metafora dari kesendirian manusia yang terus mengulang rutinitas yang begitu-begitu saja, seolah terjebak dalam siklus waktu yang monoton.

kontras dengan bulan, bintang digambarkan sedang bahagia dalam rahasianya, menyiratkan bagaimana dunia sering tampak meriah dan penuh warna bagi orang lain, sementara seseorang sendiri mungkin merasa terisolasi. alfariezie memanfaatkan metafora ini untuk menekankan perbedaan antara kehidupan eksternal yang tampak gemilang dan kehidupan internal yang penuh keheningan dan kontemplasi.

puisi ini bergerak dari lirisisme murni ke wilayah kontemplatif ketika bulan enggak pandai memanfaatkan ruang meski matahari telah banyak memberi. sinar matahari menjadi simbol kesempatan, kebaikan, atau pemberian alam yang seharusnya bisa dimanfaatkan sepenuhnya. namun bulan, sebagai simbol diri manusia, tetap merasa kurang, gagal, atau tidak memadai. ungkapan ini menghadirkan ketegangan emosional: rasa bersalah, ketidakmampuan, dan kesadaran akan ketidaksetaraan yang melekat dalam hidup.

selanjutnya, baris langit musykil memilih bulan sebagai penghias termulia menghadirkan ironi lembut yang tajam. harapan akan pengakuan atau status istimewa seakan tertutup oleh realitas dunia yang tidak berpihak. di sini, lirisisme puisi bukan hanya soal keindahan bahasa, tetapi juga medium untuk menyentuh ketidakadilan eksistensial dan perasaan inferioritas yang universal.

puncak kejutan muncul pada baris terakhir: bulan, pantas menjadi lahan tambang china. pergeseran ini mengejutkan karena lirisisme yang lembut dibenturkan dengan realitas kapitalisme global dan eksploitasi sumber daya. bahkan objek paling murni dan abstrak pun, dalam imajinasi penyair, tidak luput dari perebutan, konsumsi, dan logika dunia material. ironi ini menekankan dualitas antara keindahan alam dan kekuatan destruktif manusia, memperkuat kesan getir dan kontemplatif dari keseluruhan puisi.

melalui puisi ini, muhammad alfariezie tidak sekadar menggambarkan bulan atau langit, melainkan menyentuh kondisi manusia modern: kesepian yang tersembunyi, ketidakmampuan menerima kebaikan, serta konfrontasi dengan dunia yang tak selalu adil. lirisisme menjadi jantung karya, menenun keindahan bahasa dengan refleksi mendalam tentang ketidakadilan, ironi zaman, dan eksistensi manusia.

hikayat ini, sekaligus, menjadi panggilan bagi pembaca untuk merenungi hidupnya sendiri, menelusuri kesendirian dan ketidakberdayaan, serta menyadari bahwa di balik sinar dan keindahan, dunia memiliki dinamika yang kadang tak ramah dan penuh tantangan.***

Source: ALFARIEZIE
Tags: Hikayat Sinar yang Disangkalkritik sosial dalam puisilirisisme modernMuhammad AlfarieziePuisi Indonesiapuisi kontemplatifpuisi reflektifSastra Lampung
Previous Post

PAPELA Perkuat Jejaring Advokat Perempuan, Dorong Peran Strategis di Ranah Hukum Lampung

Next Post

Polres Lampung Selatan Siaga Maksimal, Kawal IJTIMA “Indonesia Berdoa” dengan Ribuan Jamaah Berdatangan

Next Post
Polres Lampung Selatan Siaga Maksimal, Kawal IJTIMA “Indonesia Berdoa” dengan Ribuan Jamaah Berdatangan

Polres Lampung Selatan Siaga Maksimal, Kawal IJTIMA “Indonesia Berdoa” dengan Ribuan Jamaah Berdatangan

Facebook Twitter

Alamat Kantor

Perumahan Bukit Billabong Jaya Blok C6 No. 8,
Langkapura, Bandar Lampung
Email Redaksi : lampunginsider@gmail.com
Nomor WA/HP : 081379896119

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In