DJADIN MEDIA- Unit Ditreskrimsus Polda Lampung resmi menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terkait dugaan pelanggaran yang menyeret nama SMA Siger Bandar Lampung. Kasus ini mencuat setelah seorang pelapor berinisial A mengajukan laporan pada awal November 2025, yang memuat indikasi pelanggaran berat dalam bidang pendidikan. Laporan tersebut diduga berkaitan dengan ancaman pidana hingga 10 tahun penjara serta denda miliaran rupiah berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003.
Nama yang kemudian menjadi sorotan adalah Ketua Yayasan Siger Prakarsa Bunda, Dr. Khaidarmansyah, tokoh publik yang pernah menjabat sebagai Plt Sekda sekaligus Kepala Bappeda Kota Bandar Lampung. Meski permintaan klarifikasi telah dikirimkan sejak Sabtu dan Minggu, 29–30 November 2025, hingga kini belum ada jawaban dari pihak bersangkutan. Upaya konfirmasi yang dilakukan tim juga tidak mendapat respons.
Lebih menarik lagi, ketika tim mencoba meminta klarifikasi langsung pada Kamis 27 November 2025 dengan mengunjungi alamat sekretariat yayasan, tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan kantor tersebut. Alamat dalam akta notaris disebut tidak jelas, dan warga sekitar Gang Waru 1 mengaku tidak mengetahui lokasi yayasan tersebut. Bahkan perangkat kelurahan Kalibalau Kencana, Kecamatan Kedamaian—mulai dari staf kelurahan, Ketua RT 10 hingga RT 13—seluruhnya tidak mengetahui keberadaan Yayasan Siger Prakarsa Bunda.
Namun, data administrasi menunjukkan cerita berbeda. Dalam absensi resmi Kelurahan Kalibalau Kencana tercantum permohonan domisili Yayasan Siger Prakarsa Bunda atas nama Eka Afriana, yang merupakan pendiri dan pemilik yayasan serta menjabat sebagai Plt Kadisdikbud Kota dan Asisten Setda Pemkot Bandar Lampung. Fakta ini memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi keberadaan yayasan, struktur pengelolaan, hingga legalitas operasional sekolah.
Persoalan ini semakin serius karena menyangkut Kepala SMP Negeri yang juga merangkap sebagai Plh Kepala SMA Siger, serta keberadaan sejumlah guru honor yang mengajar di sekolah yang diduga berstatus ilegal tersebut. Para tenaga pendidik ini masih menjalankan tugasnya tanpa kepastian perlindungan hukum, sehingga menimbulkan kekhawatiran publik mengenai potensi dampak pidana kepada pihak-pihak yang hanya menjalankan perintah lembaga.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah pihak yayasan telah menyiapkan langkah hukum untuk melindungi tenaga pendidik dan jajaran internalnya dari risiko terburuk? Apakah struktur yayasan yang masih misterius ini dapat mempertanggungjawabkan operasional sekolah yang kini tengah disorot aparat?
Publik Lampung kini menunggu jawaban. Dengan sprindik yang telah diterbitkan dan investigasi yang terus berjalan, tekanan bagi Yayasan Siger Prakarsa Bunda semakin besar. Transparansi dan klarifikasi resmi menjadi hal yang ditunggu-tunggu untuk membuka simpul persoalan yang selama ini tertutup rapat. Kasus SMA Siger kini berada di titik krusial, dan semua mata tertuju pada bagaimana pihak yayasan menjawab dugaan pelanggaran yang mengemuka.***

