DJADIN MEDIA— Sidang pra peradilan Dirut PT LEB, M. Hermawan Eriadi, kembali memanas pada hari kedua. Penasihat hukum Hermawan, Riki Martim, menyoroti ketidakjelasan motif Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan tipikor.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang dengan hakim tunggal Muhammad Hibrian ini menyoroti jawaban Kejati Lampung sepanjang 16 halaman. Menurut Riki, jawaban tersebut masih minim informasi dan sama sekali tidak menjelaskan hubungan perbuatan Hermawan dengan kerugian negara, termasuk bagaimana unsur Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dipenuhi.
“Dalam jawaban Kejati, tidak ada satu kalimat pun yang menjelaskan apa sebenarnya perbuatan pemohon. Alat bukti yang diklaim jaksa, seperti saksi, ahli, dan surat, tidak relevan jika tidak menunjukkan tindakan pidana yang konkret,” ujar Riki kepada awak media. Ia menekankan bahwa putusan Mahkamah Agung No. 42 PK/Pid.Sus/2018 menegaskan bahwa setiap alat bukti harus berkorelasi langsung dengan perbuatan tersangka agar kepastian hukum tercapai.
Lebih lanjut, Riki mempertanyakan aspek kerugian negara yang menjadi dasar tuduhan tipikor. “Jaksa sama sekali tidak menyebut jumlah kerugian negara, apalagi menampilkan hasil audit BPKP. Padahal UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan putusan MK 25/PUU-XIV/2016 menegaskan bahwa kerugian negara harus nyata dan pasti, bukan sekadar potensi. Ini sangat krusial untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Ketidakjelasan ini membuat pihak Hermawan merasa dirugikan karena tidak ada kesempatan untuk klarifikasi yang seharusnya menjadi hak konstitusional tersangka. Tanpa informasi yang lengkap mengenai perbuatan yang disangkakan, tersangka tidak dapat menyusun pembelaan yang efektif, menyoroti pentingnya prinsip due process of law.
Di sisi lain, pihak Kejati Lampung melalui Rudi menjelaskan bahwa sangkaan terhadap Hermawan Eriadi tetap mengacu pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. “Yang disangkakan sesuai pasal 2 dan pasal 3 tipikor. Itu sangkaannya. Sederhana saja,” kata Rudi menanggapi pertanyaan mengenai kejelasan motif penetapan tersangka.
Meski begitu, penjelasan Kejati ini dianggap belum memuaskan pihak penasihat hukum. Sidang pra peradilan selanjutnya dijadwalkan untuk membahas kelengkapan bukti, termasuk apakah Kejati dapat mempresentasikan hubungan konkret antara dugaan perbuatan melawan hukum Hermawan dengan kerugian negara.
Kasus ini menarik perhatian publik karena menyangkut figur penting di dunia bisnis dan manajemen korporasi Lampung. Banyak pihak menunggu kepastian hukum yang transparan dan adil, sekaligus menyoroti perlunya mekanisme pengawasan yang lebih kuat dalam penanganan kasus tipikor.***

