DJADIN MEDIA- Sidang pra peradilan yang diajukan Direktur Utama PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, kembali mencuri perhatian publik pada Kamis, 4 Desember 2025. Agenda hari ini memasuki pembacaan kesimpulan, di mana kuasa hukum pemohon menegaskan bahwa Kejaksaan Tinggi Lampung tidak memiliki bukti yang cukup untuk menetapkan Hermawan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi.
Kuasa hukum Hermawan, Nurul Amalia dan tim, secara tegas memohon agar surat perintah penyidikan (sprindik) dan penetapan tersangka dinyatakan tidak sah. Nurul menjelaskan bahwa seluruh prosedur hukum yang seharusnya dijalankan oleh Kejaksaan tidak terpenuhi. “Kami memohon kepada Yang Mulia Hakim agar sprindik dan penetapan tersangka dibatalkan karena cacat hukum,” ujarnya.
Dugaan Cacat Prosedur Penetapan Tersangka
Tim kuasa hukum menekankan bahwa hingga persidangan keempat, Kejaksaan tidak mampu menunjukkan syarat formal dan materiil penetapan tersangka sesuai ketentuan hukum. Riki Martim, anggota tim hukum, merinci beberapa poin penting:
Tidak ada dua alat bukti yang sah
Tidak ada uraian perbuatan melawan hukum
Tidak ada pemeriksaan terhadap calon tersangka
Tidak pernah ada laporan kerugian negara yang nyata dan pasti
“Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka menjadi cacat prosedur dan tidak dapat dipertahankan,” tegas Riki.
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Akhyar Salmi, mendukung pandangan tersebut. Ia menyebut bahwa pemeriksaan yang hanya menyoal identitas dan struktur organisasi korporasi tidak dapat dianggap sebagai pemeriksaan calon tersangka. “Ini jelas cacat prosedur dan bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku,” jelas Akhyar.
Di sisi lain, pihak Kejaksaan bersikeras bahwa istilah calon tersangka tidak dikenal dalam KUHAP dan bahwa Hermawan telah diperiksa ketika masih berstatus saksi. Hal ini menjadi perdebatan utama dalam sidang, karena menyangkut prosedur legal yang harus dipenuhi sebelum penetapan tersangka dilakukan.
Kerugian Negara Masih Dipertanyakan
Selain cacat prosedur, tim kuasa hukum menyoroti tidak adanya bukti kerugian negara yang sah. Kejaksaan mengklaim telah melakukan audit BPKP, namun dokumen lengkap tidak pernah diperlihatkan kepada pemohon maupun hakim. Kejaksaan menyatakan dokumen bersifat rahasia negara.
Ahli Keuangan Negara, Dian Simatupang, menegaskan bahwa argumen tersebut tidak berdasar. “Pasal 20 UU 15/2004 menyebutkan laporan audit kerugian negara wajib disampaikan kepada pihak terkait. Indikasi kerugian tidak bisa dijadikan alat bukti. Kerugian potensial tidak dapat dipidana,” jelas Dian. Ia menambahkan bahwa keputusan administrasi korporasi tidak bisa dipidanakan tanpa adanya putusan pengadilan atau otoritas yang berwenang.
Surat Tersangka Tidak Menjelaskan Unsur Perbuatan
Dalam kesimpulan tertulisnya, tim kuasa hukum menilai sprindik hanya mencantumkan pasal 2 dan 3 UU Tipikor tanpa menjelaskan unsur perbuatan, lokasi, waktu, atau bagaimana kerugian negara terjadi. “Jika Kejaksaan tidak dapat menjelaskan perbuatan tersangka, unsur delik mustahil bisa dibuktikan,” kata Riki. Sementara itu, pihak Kejaksaan tetap bersikeras bahwa penyebutan pasal sangkaan sudah memenuhi prosedur.
Poin Keberatan Pemohon
Tim hukum Hermawan merinci sejumlah keberatan secara rinci, antara lain:
1. Tidak ada dua alat bukti yang sah
2. Tidak ada pemeriksaan calon tersangka
3. Tidak ada uraian perbuatan melawan hukum
4. Tidak ada laporan kerugian negara yang nyata dan pasti
5. Audit BPKP tidak pernah diperlihatkan
6. Sprindik tidak konsisten dan ruang lingkupnya tidak jelas
7. Objek sangkaan merupakan keputusan korporasi melalui RUPS, bukan tindakan pribadi
Riki menegaskan bahwa penerapan hukum penyidik salah total, atau error in persona dan error in objecto. “Karena itu seluruh tindakan penyidikan dan penetapan tersangka harus dinyatakan tidak sah dan dibatalkan demi hukum,” ujarnya.
Publik Menunggu Putusan
Sidang ditutup dengan pengingat bahwa putusan akan dibacakan pada Senin, 9 Desember 2025 pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyingkap dugaan cacat prosedur penetapan tersangka dan menekankan pentingnya bukti yang sah dalam penegakan hukum. Banyak pihak menantikan apakah hakim akan mengabulkan permohonan Hermawan atau Kejaksaan akan tetap mempertahankan status tersangka, yang dapat memberikan preseden penting bagi praktik penyidikan korporasi di Indonesia.***

