• Biolink
  • Djadin Media
  • Network
  • Sample Page
Sunday, August 17, 2025
  • Login
Djadin Media
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
Djadin Media
No Result
View All Result
Home Daerah

ASN Pemkab Lampung Selatan Pemerhati Sosial Purna Pramuka Jambore Dunia 1991

MeldabyMelda
May 3, 2025
in Daerah
0
ASN Pemkab Lampung Selatan  Pemerhati Sosial Purna Pramuka Jambore Dunia 1991

Kolum Opini

Ketika Buku Tak Lagi Jadi Teman: Mencari Arah Literasi Lampung Selatan

Oleh: Dedi Miryanto, S.E., M.Si

DJADIN MEDIA- Setiap peringatan Hari Pendidikan Nasional, kita disuguhi pidato, tema, dan semangat membangun generasi cerdas. Namun, satu pertanyaan mendasar terus bergaung di benak saya: masihkah buku menjadi teman bagi anak-anak dan masyarakat Lampung Selatan? Atau kini buku hanya menjadi simbol pendidikan, bukan bagian dari keseharian?

Kenyataan di lapangan menunjukkan banyak anak yang bisa membaca, tetapi tidak memahami apa yang mereka baca. Banyak pula orang dewasa yang aktif di media sosial, tetapi tidak dapat membedakan informasi yang benar dan disinformasi. Inilah paradoks literasi kita hari ini: bisa membaca, tapi belum tentu literat.

Literasi yang Tak Lagi Didekati

Di banyak desa dan kecamatan, buku bacaan sulit ditemukan. Perpustakaan desa, jika ada, sepi pengunjung dan minim koleksi. Guru-guru bekerja keras, tetapi terbatas oleh kurikulum yang belum memberi ruang untuk mengembangkan minat baca secara kreatif. Orang tua, sibuk dengan kehidupan sehari-hari, belum banyak yang menjadikan membaca sebagai bagian dari pola pengasuhan anak.

Masalah ini bukan hanya soal dana. Ini lebih kepada orientasi kita: apakah kita benar-benar menjadikan literasi sebagai kebutuhan budaya, atau sekadar program kerja yang dipaksakan?

Menghidupkan Literasi di Tengah Keseharian

Saya percaya bahwa solusi literasi tidak harus mahal. Kita bisa memulainya dari tempat-tempat yang sudah ada dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, warung kopi yang menjadi tempat berkumpul para pemuda, pengajian ibu-ibu yang bisa disisipi pojok baca, atau majelis taklim yang tidak hanya mengulas ayat, tetapi juga nilai-nilai kehidupan melalui bacaan populer atau lokal.

Kita bisa mengajak anak-anak untuk bercerita kembali apa yang mereka baca, bukan hanya mengisi soal pilihan ganda. Kita bisa menggelar lomba menulis cerita kampung, membuat podcast lokal, atau menulis catatan harian yang dikumpulkan di rumah baca sederhana.

Kebijakan Harus Menyentuh Komunitas

Pemerintah daerah memegang peran kunci. Literasi tidak bisa hanya diletakkan dalam program Dinas Pendidikan saja. Literasi harus masuk dalam skema pembangunan desa, kegiatan pemuda, PKK, bahkan musrenbang. Diperlukan dukungan lintas sektor: dari perusahaan lokal, BUMDes, hingga lembaga zakat dan CSR swasta.

Yang lebih penting, jangan hanya menyediakan fasilitas, tetapi juga pendampingan. Kita membutuhkan fasilitator literasi yang memahami konteks lokal, bukan hanya pengiriman buku tanpa pendampingan yang tepat.

Optimisme yang Perlu Dirawat

Meski tantangan besar masih ada, saya tetap optimis Lampung Selatan tidak kekurangan semangat. Saya melihat para pemuda desa mulai membuka ruang baca, guru-guru muda aktif membuat konten edukatif, dan sebagian komunitas warga mulai menyadari pentingnya membaca.

Ini adalah benih yang harus kita sirami bersama. Literasi bukan hanya angka statistik, tapi soal cara berpikir, membentuk karakter, dan membekali masyarakat untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.

Penutup: Kembali ke Buku, Kembali ke Makna

Jika kita ingin Lampung Selatan tumbuh dengan kecerdasan kolektif, kita harus mulai dari literasi. Buku harus kita kembalikan sebagai sahabat hidup, bukan sekadar hiasan di rak. Bukan berarti kita harus menolak teknologi atau gawai. Justru, kita perlu memastikan bahwa teknologi digunakan untuk mendekatkan diri pada bacaan bermakna, bukan menjauh dari makna itu sendiri.

Karena, ketika buku tak lagi jadi teman, kita kehilangan pegangan dalam berpikir. Namun, ketika literasi hidup kembali, harapan pun menyala—pelan, pasti, dan mengakar.***

Source: AHMAD HIDAYAT
Tags: KebijakanPendidikanLiterasiDigitalLiterasiLampungSelatanPendidikanLampungSelatan
Previous Post

Dandim 0421/LS Siap Bersinergi Dukung Ketahanan Pangan, Bupati Egi Sambut Kolaborasi Strategis Menuju Lampung Selatan Maju

Next Post

Wakil Gubernur Lampung Lantik Pejabat Administrator dan Pengawas

Next Post
Wakil Gubernur Lampung Lantik Pejabat Administrator dan Pengawas

Wakil Gubernur Lampung Lantik Pejabat Administrator dan Pengawas

Facebook Twitter

Alamat Kantor

Perumahan Bukit Billabong Jaya Blok C6 No. 8,
Langkapura, Bandar Lampung
Email Redaksi : lampunginsider@gmail.com
Nomor WA/HP : 081379896119

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In