• Biolink
  • Djadin Media
  • Network
  • Sample Page
Friday, October 10, 2025
  • Login
Djadin Media
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi
No Result
View All Result
Djadin Media
No Result
View All Result
Home Daerah

Brutal dan Liar! Puisi Satir Penyair Muda Bandar Lampung Bongkar Luka Pendidikan Ilegal

MeldabyMelda
September 22, 2025
in Daerah
0
Brutal dan Liar! Puisi Satir Penyair Muda Bandar Lampung Bongkar Luka Pendidikan Ilegal

DJADIN MEDIA – Sebuah karya sastra dengan nada pedas sekaligus liar mengguncang jagat literasi Lampung. Tulisan berjudul “Tangis Sekolah Hantu Wali Kota” karya penyair muda Alfariezie bukan sekadar puisi, melainkan juga sebuah jeritan protes yang menyayat hati. Karya ini membongkar paradoks dunia pendidikan di Bandar Lampung: sekolah yang disebut “hantu” karena tak berizin, tapi ironisnya mendapat kucuran dana dari pemerintah kota.

Puisi itu tampil dengan bahasa metafora yang keras, liar, dan penuh alegori. Alfariezie mengisyaratkan bahwa di balik wajah manis program pendidikan pemerintah, tersimpan jebakan yang mengancam masa depan anak-anak. “Mendung putih masa depan” menjadi simbol yang menakutkan, seolah menggambarkan generasi muda yang masa depannya dirampas perlahan oleh kebijakan serampangan.

Lebih jauh, bait-bait dalam tulisan ini menghadirkan hewan-hewan buas sebagai simbol kekuasaan yang brutal: kepala sekolah digambarkan bak babi hutan yang bisa diterkam macan, pejabat kelas bawah diibaratkan buaya yang justru terjerat nasib keluarga korban. Simbolisasi itu menegaskan betapa ganasnya sistem pendidikan yang dipolitisasi. Bukannya memberi perlindungan, justru memangsa mereka yang seharusnya dibela.

Bait paling mengejutkan datang saat penyair menyebut “anak-tetangga Anda kambing hitam makanan calon narapidana”. Kalimat ini mengandung kritik tajam: jika legalitas sekolah dipertanyakan, ijazah murid menjadi tidak sah, dan alih-alih membangun masa depan, mereka justru bisa terjebak kriminalisasi. Kritik ini langsung menghantam inti persoalan, yakni dampak serius dari pendidikan ilegal yang beroperasi dengan restu kekuasaan.

Secara struktur, karya ini memang lebih mirip proklamasi satir ketimbang puisi konvensional. Ada ritme agitasi, seruan bahaya, serta potongan baris yang menekankan ketegangan. Alfariezie tidak sekadar menulis dengan estetika sastra, melainkan juga membawa semangat perlawanan sosial. Ia menghadirkan teks yang bisa dibaca sebagai puisi, sekaligus sebagai editorial pedas tentang bobroknya tata kelola pendidikan di tingkat kota.

Nilai estetik dari tulisan ini lahir dari keberanian membaurkan fakta sosial dengan imajinasi simbolis. Nama sekolah dan pejabat tidak pernah disebut, namun sindirannya sangat jelas diarahkan pada praktik pendidikan ilegal yang justru difasilitasi pemerintah. Inilah kekuatan utama karya ini: ia memanfaatkan bahasa puitik untuk menyembunyikan kritik, tapi juga menajamkan pesannya bagi pembaca yang peka.

Di sisi lain, ada risiko bahwa bahasa simbolik yang dipilih bisa membuat makna samar bagi pembaca awam. Namun justru di situlah letak seni kritik sastra politik: membungkus keresahan publik dalam lapisan metafora, sehingga ia abadi sebagai karya seni sekaligus tetap tajam sebagai sindiran.

Relevansi karya ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Saat isu pendidikan di Indonesia kerap berkelindan dengan kepentingan politik dan anggaran, “Sekolah Hantu” menjadi simbol nyata: institusi yang berdiri tanpa dasar hukum, namun dipoles sebagai proyek politik untuk meraih simpati. Dalam konteks ini, puisi Alfariezie adalah alarm moral yang mengingatkan bahwa yang dikorbankan bukan sekadar anggaran, melainkan masa depan anak-anak bangsa.

Kesimpulannya, “Tangis Sekolah Hantu Wali Kota” adalah karya satir brutal yang menyuarakan keresahan rakyat lewat simbol alegori. Ia berhasil mengguncang karena menyingkap luka sosial yang jarang diangkat secara terbuka: praktik pendidikan ilegal yang dibungkus program politik. Meski penuh risiko salah tafsir, puisi ini meninggalkan pesan kuat—bahwa masa depan generasi muda tidak boleh dipermainkan oleh kepentingan sesaat para penguasa.***

Source: ALFARIEZIE
Tags: KritikPemerintahPendidikanIlegalPenyairMudaLampungPuisiSatirSekolahHantu
Previous Post

Solidaritas Tanpa Batas: Alumni IKASMACI Angkatan 1996 Bergerak untuk Rekan yang Derita Penyakit Langka

Next Post

Tragedi di Pringsewu: Truk Fuso Mundur di Tanjakan, Istri Tewas Suami Luka Parah

Next Post
Tragedi di Pringsewu: Truk Fuso Mundur di Tanjakan, Istri Tewas Suami Luka Parah

Tragedi di Pringsewu: Truk Fuso Mundur di Tanjakan, Istri Tewas Suami Luka Parah

Facebook Twitter

Alamat Kantor

Perumahan Bukit Billabong Jaya Blok C6 No. 8,
Langkapura, Bandar Lampung
Email Redaksi : lampunginsider@gmail.com
Nomor WA/HP : 081379896119

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Daerah
  • Ekonomi & Bisnis
  • Hiburan
  • Lifestyle
  • Otomotif
  • Politik
  • Teknologi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In