DJADIN MEDIA– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pringsewu menghadapi tantangan besar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026. Penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp137 miliar membuat sejumlah pos anggaran harus dipangkas secara signifikan, termasuk kegiatan seremonial dan perjalanan dinas yang diperkirakan akan dikurangi hingga 50 persen.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pringsewu, Olpin Putra, SH., MH., mengungkapkan, secara nasional TKD mengalami penurunan sekitar 30 persen. Dampak dari kebijakan tersebut sangat dirasakan oleh pemerintah daerah, termasuk Pringsewu. “Pada tahun 2025 TKD kita mencapai Rp1,027 triliun, namun pada tahun 2026 hanya sebesar Rp890 miliar. Artinya ada penurunan yang cukup tajam hingga Rp137 miliar,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (14/10/2025).
Olpin menjelaskan, penurunan paling besar terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik. “DAU tahun 2025 mencapai Rp650 miliar, sedangkan tahun 2026 diperkirakan hanya Rp578 miliar atau turun Rp71,5 miliar. Sementara DAK fisik yang sebelumnya Rp36 miliar juga diproyeksikan turun menjadi sekitar Rp15 miliar,” jelasnya.
Meski demikian, Pemkab Pringsewu masih mendapat tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Provinsi sebesar Rp6,5 miliar, meskipun angka tersebut jauh lebih kecil dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp18,7 miliar. “Tambahan DBH ini memang membantu, tetapi tidak signifikan untuk menutup defisit akibat turunnya TKD,” imbuh Olpin.
Ia menegaskan, dengan kondisi fiskal yang ketat, Pemkab Pringsewu telah membentuk tim asistensi untuk melakukan simulasi penyesuaian APBD bersama seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). “Kami sudah lakukan koordinasi sejak dua minggu lalu. Fokusnya adalah bagaimana memastikan anggaran tetap berpihak pada kepentingan publik meskipun terjadi pemangkasan di berbagai sektor,” katanya.
Olpin juga menyoroti bahwa beban anggaran semakin berat karena pemerintah daerah wajib membayar gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang mencapai hampir Rp60 miliar per tahun. “Ini komponen besar dalam struktur belanja daerah yang tidak bisa dihindari. Karena itu, pos anggaran lain seperti perjalanan dinas, bimbingan teknis (bimtek), dan kegiatan seremonial akan dikurangi drastis, bahkan sebagian besar dihapus,” tegasnya.
Selain pemangkasan belanja rutin, sektor pembangunan fisik juga turut terdampak. DAK fisik untuk Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum dipastikan ditiadakan, sementara yang tersisa hanya untuk Dinas Kesehatan. “Untuk proyek infrastruktur besar, nantinya akan diambil alih oleh pemerintah pusat melalui balai besar. Jadi Pemkab hanya fokus pada pelayanan dasar masyarakat,” tambahnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pringsewu, Imam Fatkurozi, S.STP., MIP., mengakui bahwa turunnya TKD memaksa pemerintah melakukan restrukturisasi besar-besaran terhadap program kerja 2026. Menurutnya, penyusunan anggaran baru akan berorientasi penuh pada kebutuhan dasar masyarakat. “Kami memprioritaskan sektor pendidikan, kesehatan, termasuk BPJS, serta pelayanan publik lainnya agar tidak terganggu,” ujarnya.
Imam menegaskan, meskipun pembangunan infrastruktur akan melambat, Pemkab Pringsewu tetap fokus pada penguatan ekonomi rakyat. “Kami tengah menyusun strategi agar sektor UMKM tetap tumbuh di tengah keterbatasan fiskal. Bupati sudah menegaskan bahwa penguatan UMKM harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi situasi ini,” katanya menutup pembicaraan.
Dengan kondisi keuangan yang semakin ketat, masyarakat diharapkan memahami bahwa efisiensi anggaran merupakan langkah strategis untuk menjaga stabilitas fiskal daerah. Pemerintah Kabupaten Pringsewu menegaskan, meskipun sejumlah kegiatan dipangkas, komitmen terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat tetap menjadi prioritas utama.***

