DJADIN MEDIA- Memasuki bulan-bulan awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sorotan terhadap kinerja kabinet mulai mencuat. Sejumlah menteri mulai dinilai gagal menjalankan visi misi Presiden, bahkan berpotensi menjadi beban citra politik. Di tengah semangat menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, muncul desakan untuk melakukan evaluasi serius terhadap para pembantu Presiden, khususnya yang sering membuat kegaduhan publik.
Salah satu nama yang menjadi sorotan tajam adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Beberapa kebijakan dan pernyataannya dinilai tidak selaras dengan arah pemerintahan, bahkan justru menyulut polemik yang berdampak pada kepercayaan masyarakat.
Catatan Blunder Bahlil:
- Kebijakan Elpiji 3 Kg
Kebijakan pembatasan distribusi elpiji 3 kg dinilai mempersulit masyarakat kecil dan pengusaha mikro. Hal ini bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo yang menekankan keberpihakan terhadap rakyat kecil. - Proyek DME Berbasis Batu Bara
Proyek hilirisasi DME yang dibiayai oleh Danantara justru menuai kritik karena berpotensi menjadi beban fiskal negara dan bertabrakan dengan UU Minerba No. 4 Tahun 2009. - Pernyataan Soal Ojol Tak Dapat Subsidi BBM
Pernyataan yang menyulut keresahan publik, terutama pengemudi ojek online yang merasa diabaikan oleh negara dalam kebijakan subsidi energi.
Kontroversi Lain:
- Pernyataan tentang “Raja Jawa” dalam pidato politiknya saat didapuk menjadi Ketum Partai Golkar.
- Beredarnya foto dirinya bersama botol minuman keras bermerk di ruang publik.
- Dugaan keterlibatan dalam pembubaran diskusi kebangsaan di Hotel Grand Kemang.
- Tuduhan plagiarisme dalam disertasi S3 yang disebut memiliki similarity index 95% dengan karya ilmiah milik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah.
Rentetan kontroversi ini menjadi alasan kuat bagi Presiden Prabowo untuk melakukan perombakan kabinet, demi menjaga integritas dan efektivitas jalannya pemerintahan ke depan.
Pemerintahan yang kuat memerlukan menteri yang solid, tidak hanya dari segi kompetensi teknis, tetapi juga integritas dan kepekaan sosial. Jika reshuffle tak segera dilakukan, bukan tidak mungkin blunder semacam ini akan terus mengganggu stabilitas dan kepercayaan publik terhadap Prabowo-Gibran.***