DJADIN MEDIA- Di tengah semarak peringatan HUT ke-80 RI, Minggu (17/8/2025), masyarakat dari tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha memilih merayakan dengan cara berbeda. Mereka membawa cangkul, bibit tanaman, dan mendirikan tenda di lahan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) yang selama lebih dari satu dekade menjadi sumber sengketa.
Bagi mereka, 807 hektare lahan yang dikuasai perusahaan sawit dan tebu itu adalah tanah adat, warisan leluhur yang harus dipertahankan.
“Kami kembali bertani di tanah kami sendiri. Ini perjuangan panjang, bukan hanya soal tanah, tapi harga diri,” kata Talman, tokoh masyarakat setempat, dengan suara bergetar.
Perjuangan Panjang
Sejak 2014, warga telah menempuh jalur hukum. Gugatan ke Pengadilan Negeri Gunung Sugih ditolak. Banding ke Pengadilan Tinggi Tanjung Karang juga kandas. Kasasi ke Mahkamah Agung pada 2017 pun berakhir dengan penolakan. Namun, meski kalah di atas kertas hukum, semangat warga tak pernah padam.
Setiap momentum selalu dijadikan ajang mengingatkan bahwa mereka belum menyerah. Aksi protes, unjuk rasa, hingga pendudukan lahan terus dilakukan.
Sorotan Aparat
Langkah terbaru ini tidak lepas dari pantauan aparat. Empat warga dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/50/VIII/2025/SPKT/POLSEK Padang Ratu/POLRES Lampung Tengah.
Hingga kini, pihak kepolisian maupun perusahaan belum memberi keterangan resmi.
Di lahan sengketa itu, tenda-tenda sederhana berdiri, anak-anak bermain di sekitar, sementara orang tua sibuk menanam. Bagi mereka, 17 Agustus tahun ini bukan sekadar perayaan kemerdekaan, melainkan simbol perlawanan dan harapan agar tanah adat kembali ke tangan masyarakat.***