DJADIN MEDIA — Penanganan sejumlah perkara hukum oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap tokoh-tokoh kunci di Kabupaten Pesawaran memicu perdebatan publik mengenai arah penegakan hukum pasca Pilkada 2024. Penetapan tersangka terhadap mantan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona serta pemeriksaan dan penyitaan aset milik Bupati Pesawaran Nanda Indira Bastian dinilai sebagian kalangan sebagai pukulan serius terhadap pengaruh politik keluarga Zulkifli Anwar di daerah tersebut.
Zulkifli Anwar merupakan figur politik senior Lampung yang memiliki keterkaitan historis dengan Pesawaran. Sebelum resmi menjadi kabupaten pada 2007, wilayah Pesawaran merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan. Kedekatan wilayah ini menjadi salah satu faktor yang membangun basis politik Zulkifli Anwar, yang juga pernah memiliki afiliasi lintas partai. Jejak elektoralnya tercatat kuat, termasuk perolehan suara signifikan pada Pemilu Legislatif 2019 di daerah pemilihan Lampung I.
Pengaruh politik tersebut berlanjut ketika putranya, Dendi Ramadhona, menjabat Bupati Pesawaran selama dua periode sejak 2017 hingga 2022. Dinasti politik keluarga ini kemudian diuji dalam Pilkada Pesawaran 2024, ketika menantu Zulkifli Anwar, Nanda Indira Bastian, berhadapan dengan Aries Sandi, putra Abdurachman Sarbini atau Mance, mantan Bupati Tulang Bawang. Secara perolehan suara, Nanda Indira kalah dengan selisih signifikan. Namun putusan Mahkamah Konstitusi mengubah peta politik setelah Aries Sandi didiskualifikasi akibat penggunaan ijazah palsu, sehingga membuka jalan bagi Nanda Indira dilantik sebagai Bupati Pesawaran pada 27 Agustus 2025.
Tak lama setelah pelantikan tersebut, dinamika hukum bergerak cepat. Kejati Lampung memeriksa suami Nanda Indira terkait dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Selanjutnya, pada 27 Oktober 2025, Dendi Ramadhona resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Way Huwi. Perkembangan penyidikan terus meluas, termasuk pemeriksaan Nanda Indira sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana pencucian uang serta penyitaan sejumlah barang mewah bernilai ratusan juta rupiah.
Kejati Lampung menegaskan bahwa seluruh proses tersebut murni penegakan hukum. “Setiap langkah yang kami lakukan berdasarkan alat bukti dan prosedur hukum, tanpa melihat latar belakang politik pihak yang diperiksa,” ujar salah satu pejabat Kejati Lampung.
Rangkaian peristiwa ini menempatkan Dinasti Zulkifli Anwar dalam tekanan besar. Publik kini menanti apakah proses hukum tersebut akan berujung pada pembuktian di pengadilan atau justru memperkuat narasi konflik antara hukum dan kepentingan politik lokal.***

