DJADIN MEDIA- Pakar hukum mengingatkan DPRD Kota Bandar Lampung agar berhati-hati dan cermat dalam membahas aliran dana APBD untuk SMA Swasta Siger. Pasalnya, alokasi anggaran tersebut dinilai berpotensi menyeret Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah dalam persoalan hukum, khususnya tindak pidana korupsi.
Hendri Adriansyah, SH, MH, pakar hukum yang menyoroti kasus ini, menegaskan bahwa penganggaran APBD untuk sekolah swasta seperti Siger justru bertentangan dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022. Aturan tersebut secara tegas mengatur penggunaan belanja hibah daerah, yang tidak diperuntukkan bagi lembaga swasta pendidikan seperti Siger.
Menurut Hendri, Perwali yang diteken Wali Kota Eva Dwiana ini jelas melarang hibah diberikan secara terus-menerus. Aturan itu menegaskan bahwa belanja hibah hanya bisa diberikan kepada lembaga tertentu, seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, BUMN, BUMD, hingga organisasi kemasyarakatan berbadan hukum Indonesia. Hibah tersebut pun bersifat tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak boleh dilakukan setiap tahun secara berkelanjutan.
“Apabila penganggaran untuk SMA Swasta Siger dilakukan secara rutin tiap tahun dari APBD, maka hal ini bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Bahkan, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan anggaran,” kata Hendri.
Ia juga menyoroti keabsahan administrasi sekolah swasta tersebut. Jika izin operasional atau status hukum sekolah tidak jelas, alokasi dana yang diberikan justru semakin rawan menimbulkan persoalan hukum. Hendri menambahkan, pengguna anggaran yakni Ketua Yayasan maupun Kepala Sekolah berpotensi besar terseret kasus korupsi.
“Kalo sekolah Siger bentuknya hibah dari kas daerah, maka apabila uang kas daerah dikeluarkan tanpa ada regulasi hukum, pengalihan anggaran itu bisa dikategorikan korupsi. Unsurnya jelas, yakni memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara,” tegasnya.
Ia pun meminta DPRD lebih teliti dalam melakukan pengawasan, terutama terhadap kebijakan yang menyangkut penggunaan APBD. DPRD sebagai wakil rakyat, kata Hendri, seharusnya memiliki peran penting dalam mencegah kebijakan yang justru berpotensi melanggar hukum dan merugikan masyarakat.
Hendri menutup dengan imbauan agar aparat penegak hukum tidak menutup mata jika ada indikasi pelanggaran. Sebab, praktik seperti ini bukan hanya menyalahi aturan, tetapi juga bisa merusak kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran di Kota Bandar Lampung.***