DJADIN MEDIA- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan komitmennya melakukan evaluasi tata ruang secara menyeluruh pascabencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Bencana yang terjadi dalam beberapa hari terakhir memicu keprihatinan mendalam sekaligus menjadi alarm bagi pemerintah untuk meninjau kembali penataan ruang di wilayah yang rawan bencana tersebut.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyampaikan bahwa evaluasi ini bertujuan untuk memastikan pemanfaatan ruang di Sumatera sesuai dengan karakter lingkungan, daya dukung, serta minim risiko bencana. Menurutnya, banyak kawasan terdampak bencana memang memiliki indikasi pelanggaran tata ruang atau pengelolaan lahan yang tidak tepat sehingga memperburuk dampak saat hujan ekstrem melanda.
“Setelah tahap tanggap darurat selesai, kami akan melakukan evaluasi tata ruang. Bagian mana yang tidak sesuai dengan pola ruangnya, akan kita perbaiki dan ubah agar sesuai,” ujar Nusron usai acara Indonesia Punya Kamu di Universitas Diponegoro (UNDIP), Jawa Tengah, Selasa (02/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa langkah ini telah dilakukan pada beberapa kasus besar sebelumnya, termasuk pada peristiwa banjir Jakarta. Pada kasus tersebut, evaluasi tata ruang dilakukan bersama Pemprov DKI, Kementerian PUPR, dan sejumlah pihak terkait. Dari proses itu, pemerintah akhirnya melakukan perombakan tata ruang pada sejumlah kawasan yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi lingkungan, hingga akhirnya menghasilkan kebijakan mitigasi banjir yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Proses evaluasi tata ruang di Sumatera tidak akan dilakukan secara sepihak oleh Kementerian ATR/BPN. Nusron menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam penyusunan dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), karena kebijakan tata ruang berada di bawah kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Kementerian ATR/BPN akan mendampingi, mengarahkan, dan mengawasi agar penataan ruang yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan upaya mitigasi bencana serta pembangunan berkelanjutan.
Menurut Nusron, evaluasi tata ruang harus dilakukan bersama karena dampaknya menyangkut keselamatan warga serta keberlanjutan wilayah. Ia menyebut bahwa pemanfaatan ruang tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan, seperti pembangunan di kawasan hulu sungai, lereng curam, atau wilayah resapan air, menjadi salah satu penyebab bencana yang sering terjadi.
“Banyak kejadian banjir dan longsor yang berawal dari praktik pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan,” tambah Nusron.
Pemerintah berharap melalui evaluasi pascabencana ini, tata ruang di wilayah Sumatera dapat diperbaiki secara menyeluruh, bukan hanya di lokasi terdampak. Evaluasi ini, lanjut Nusron, juga dapat memberi rekomendasi agar wilayah lain yang memiliki karakter serupa mengikuti penyusunan tata ruang baru berbasis mitigasi.
Dalam penyampaiannya, Menteri Nusron juga mengutarakan belasungkawa mendalam kepada warga Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang menjadi korban banjir bandang maupun tanah longsor. Nusron berharap agar kondisi cuaca dapat membaik dan masyarakat diberi ketabahan dalam menghadapi musibah tersebut.
“Kita doakan saudara-saudara kita yang menjadi korban banjir di Sumatera, semoga yang wafat diterima Allah, keluarga diberi kesabaran, dan bencana ini segera mereda,” ujarnya.
Selain membahas evaluasi tata ruang, Menteri Nusron juga menyoroti persoalan lain yang dianggap fundamental, yaitu ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia. Menurutnya, ketimpangan struktur tanah menjadi salah satu hambatan serius bagi pemerataan kesejahteraan dan pembangunan ekonomi yang inklusif.
Nusron menjelaskan bahwa Indonesia memiliki total sekitar 190 juta hektare lahan, namun distribusinya tidak merata. Ketimpangan ini telah menciptakan jarak sosial antara kelompok masyarakat tertentu, terutama petani kecil dan kelompok rentan yang selama ini kesulitan mendapatkan akses lahan produktif.
“Struktur ketidakadilan kepemilikan tanah menciptakan ketimpangan sosial dan ketidakadilan di Indonesia. Ini sedang kita perbaiki,” kata Nusron saat memberikan materi di acara Indonesia Punya Kamu di UNDIP.
Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN mendapatkan mandat dari Presiden Prabowo untuk menata ulang mekanisme pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada pelaku usaha. Nusron menekankan bahwa penataan ulang ini tetap memberi ruang bagi investasi, namun dengan prinsip keadilan, pengurangan kesenjangan sosial, dan keberlanjutan ekonomi.
Penataan ulang ini bukan sekadar mencoret atau menambah izin, tetapi memastikan agar pemanfaatan tanah berjalan seimbang antara kepentingan ekonomi dan kepentingan rakyat. Reforma Agraria, menurut Nusron, harus memastikan bahwa rakyat kecil, petani, dan masyarakat adat mendapat prioritas dalam pemanfaatan lahan.
Distribusi lahan yang adil diyakini dapat menciptakan stabilitas sosial, meningkatkan produksi pertanian, dan memperkuat ekonomi daerah secara berkelanjutan.
“Kami harus berdiri di atas keadilan rakyat untuk memastikan semua ini berjalan,” tutupnya.
Dalam kegiatan di UNDIP tersebut, Menteri Nusron didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Shamy Ardian serta Kepala Kanwil BPN Jawa Tengah, Lampri. Rilis resmi Kementerian ATR/BPN juga menegaskan bahwa kedua agenda besar ini—evaluasi tata ruang Sumatera dan perbaikan ketimpangan tanah nasional—akan menjadi fokus pemerintah dalam membangun Indonesia yang lebih aman, adil, dan berkelanjutan.***

