DJADIN MEDIA– Ketua DPRD Lampung, Ahmad Giri Akbar, tampil di publik menyerukan masyarakat untuk berdemonstrasi dengan tertib dan menghormati budi luhur.
“Mari kita jaga marwah Lampung sebagai daerah santun dan berbudaya. Sampaikan aspirasi dengan cara bermartabat, tanpa kekerasan dan tanpa merusak,” ujar Giri, Sabtu, 30 Agustus.
Namun, seruan moral itu bertolak belakang dengan fakta: partainya sendiri, Gerindra, diduga mendukung kebijakan kontroversial Wali Kota Eva Dwiana, dijuluki The Killer Policy, yang mendirikan SMA Swasta Ilegal Siger dan berencana menggunakan APBD Kota Bandar Lampung.
Eva bahkan berencana mengalihfungsikan Terminal Tipe C Panjang, bertentangan dengan Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang tata ruang kota.
Siapa yang Menopang Kebijakan Ini?
Dukungan politik Gerindra terlihat jelas dari tokoh-tokoh berikut:
- Rahmat Mirzani Djausal, Gubernur Lampung sekaligus Ketua DPD Gerindra Lampung
- Bernas, Ketua DPRD Bandar Lampung sekaligus Wakil Ketua DPD Gerindra
- Ketua Komisi 4 DPRD Bandar Lampung
Dengan dukungan ini, SMA Siger berjalan menabrak lebih dari lima peraturan perundang-undangan, mulai dari UU Pendidikan, Perda Tata Ruang, Perwali Kota, hingga Permendikdasmen terbaru.
Kontradiksi Ahmad Giri Akbar
Ironi muncul saat Ahmad Giri berbicara soal moral dan martabat rakyat, tapi bungkam menghadapi praktik ilegal partainya sendiri. Rakyat, guru, kepala sekolah, dan yayasan terancam kriminalisasi akibat SMA ilegal ini, namun Ketua DPRD tetap diam.
Apakah martabat hanya berlaku bagi rakyat yang turun ke jalan, sementara pejabat yang melanggar hukum dilindungi?
Gerindra: Partai Pemenang, Tapi Pengkhianat Regulasi
Gerindra yang memenangkan pemilu di Lampung Februari 2024 seharusnya menjadi pelindung rakyat. Nyatanya, partai ini menjadi tameng Eva Dwiana untuk memanfaatkan APBD demi sekolah ilegal, sementara sekolah swasta lain sekarat akibat kebijakan tanpa pengawasan.
Kebijakan ini melawan UU Nomor 20 Tahun 2003, Perda Nomor 4 Tahun 2021, Perwali Nomor 7 Tahun 2022, hingga Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025.
Pertanyaan untuk Gerindra dan DPRD Lampung
- Di mana suara Ketua DPRD ketika wali kota yang diusung partainya menabrak hukum?
- Di mana tanggung jawab Gerindra sebagai partai besar yang mengklaim membela rakyat?
- Apakah rakyat hanya diminta tertib, sementara pemimpin bebas merampas hak publik?
Rakyat Jangan Diam!
Kontradiksi antara kata dan perbuatan Gerindra Lampung kini jelas terlihat. Jika rakyat diam, SMA ilegal ini akan terus berjalan, APBD terus dikuras, dan hukum terus dilecehkan. Lampung tidak butuh kata manis; Lampung butuh keberanian melawan ketidakadilan.***