DJADIN MEDIA– Partai Golkar menghadapi sorotan tajam pasca-penetapan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan jelang Musyawarah Daerah (Musda) DPD Golkar Kota Bandar Lampung yang batal digelar. Kasus ini memunculkan polemik internal yang memicu perdebatan di kalangan kader dan publik.
Ardito Wijaya ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi proyek untuk pelunasan utang kampanye Pilkada 2024. Menanggapi kasus ini, Ketua Golkar Lampung, Hanan A Rozak, memberikan penjelasan bahwa Ardito merupakan kader baru yang sebelumnya aktif di partai lain dan baru bergabung dengan Golkar. “Keberadaan Saudara Ardito Wijaya di Golkar itu baru saja bergabung. Sebelumnya yang bersangkutan ketua dari salah satu partai politik di Kabupaten Lamteng. Saat pencalonan Pilkada lalu, yang bersangkutan juga diusung partai lain, bukan Partai Golkar,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).
Namun, pernyataan Hanan tersebut memicu kritik dari kader senior Golkar, M. Alzier Dianis Thabranie, yang menilai sikap Ketua Golkar Lampung itu tidak bertanggung jawab. Menurut Alzier, Hanan seharusnya tidak melepaskan tanggung jawab begitu saja karena dirinya yang mengajak Ardito masuk ke Golkar. “Jadi pemimpin itu memang tak gampang. Tidak boleh yang karbitan. Baru ada masalah ini saja, sudah cuci tangan, lepas tanggung jawab, seperti tak kenal. Bilang Ardito Wijaya kader baru. Padahal yang mengajaknya masuk Golkar dan jadi pengurus itu siapa. Kan Hanan sendiri,” tegas Alzier, Kamis (11/12/2025).
Di sisi lain, Golkar Bandar Lampung menghadapi dinamika internal menjelang Musda XI DPD Golkar yang seharusnya berlangsung pada Minggu, 14 Desember 2025. Musda batal karena terjadi peralihan dukungan dari pimpinan kecamatan. Benny Nauly Mansyur, yang semula mendapatkan dukungan 20 pimpinan kecamatan, kini hanya memperoleh 9 suara karena 11 pimpinan beralih ke Handitya Narapati. Perubahan ini memunculkan ancaman pencopotan bagi pimpinan kecamatan yang mendukung Handitya.
Ketua DP AMPG Kota Bandar Lampung, G. Miftahul Huda, menyatakan bahwa ancaman tersebut justru memperkuat konsolidasi kader yang mendukung Handitya Narapati. “Adanya ancaman ini justru membuat kami semakin solid dan berkonsolidasi,” ujarnya, Minggu (14/12/2025). Polemik ini menegaskan bahwa persaingan internal Golkar masih berlangsung ketat, tetapi partai tetap memiliki kapasitas untuk mengelola dinamika politik internal.
Terlepas dari kasus OTT Ardito dan peralihan dukungan Musda, Golkar tetap menjadi partai legendaris yang memiliki kader intelektual dan mampu bertahan menghadapi perubahan politik dan tantangan zaman. Partai ini menunjukkan bahwa meskipun menghadapi tekanan internal dan eksternal, soliditas dan pengalaman kader menjadi faktor penting dalam menjaga keutuhan organisasi.***

