DJADIN MEDIA– Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung mengucurkan dana hibah fantastis sebesar Rp60 miliar untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung memicu sorotan tajam dari kalangan akademisi dan publik. Angka fantastis ini dianggap tidak sejalan dengan prioritas kebutuhan masyarakat.
Satrya Surya Pratama, akademisi dari Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai (Saburai), menegaskan bahwa keputusan ini tidak termasuk dalam kategori mendesak dan patut dikaji ulang. Menurutnya, setiap pengeluaran anggaran daerah harus berlandaskan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas sesuai Pasal 283 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Pengelolaan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat langsung bagi masyarakat. Pemberian hibah sebesar Rp60 miliar kepada lembaga vertikal yang sudah mendapatkan alokasi dari pemerintah pusat perlu dipertanyakan urgensinya,” ujar Satrya, Senin (13/10/2025).
Ia menekankan pentingnya evaluasi kebijakan (policy evaluation) sebelum menetapkan penggunaan anggaran dalam jumlah besar. Menurut Satrya, langkah ini akan memastikan setiap kebijakan publik benar-benar berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar keputusan administratif belaka.
“Evaluasi kebijakan merupakan fondasi pengambilan keputusan pemerintah yang tepat sasaran. Tanpa evaluasi mendalam, alokasi anggaran bisa salah arah, dan dampaknya justru tidak dirasakan oleh masyarakat,” tambahnya.
Selain itu, Satrya mengingatkan bahwa penggunaan APBD harus sejalan dengan konstitusi. Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap rupiah anggaran publik harus dilaksanakan secara terbuka, bertanggung jawab, dan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ia menyoroti bahwa pembangunan gedung Kejati, meskipun penting, seharusnya tidak menjadi prioritas utama di tengah berbagai kebutuhan mendesak masyarakat Bandar Lampung, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur publik, dan ketahanan pangan.
Lebih jauh, Satrya menyinggung kebijakan pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto yang menekankan efisiensi dan ketepatan sasaran dalam penggunaan anggaran daerah. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, kepala daerah diharapkan selektif dalam memberikan hibah kepada kementerian, lembaga, atau instansi vertikal. Sedangkan Inpres Nomor 2 Tahun 2025 menegaskan fokus pemerintah pada upaya swasembada pangan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan pelayanan publik sebagai prioritas nasional.
“Dengan adanya dua instruksi presiden tersebut, pemerintah daerah semestinya lebih berhati-hati dalam menentukan alokasi hibah. Dana Rp60 miliar akan lebih tepat jika dialokasikan untuk program yang langsung meningkatkan kesejahteraan warga, seperti pembangunan fasilitas pendidikan, peningkatan layanan kesehatan, dan program ketahanan pangan,” ujar Satrya tegas.
Sorotan terhadap rencana hibah ini semakin menguat karena masyarakat menilai dana besar tersebut tidak memberikan dampak langsung bagi keseharian warga Bandar Lampung. Beberapa kalangan pun meminta agar DPRD dan aparat pengawas keuangan melakukan kajian mendalam sebelum keputusan akhir dikeluarkan, demi menghindari potensi pemborosan anggaran dan memastikan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
Sementara itu, Pemkot Bandar Lampung belum memberikan pernyataan resmi terkait evaluasi lanjutan terhadap rencana hibah ini. Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah daerah agar setiap rupiah APBD dapat digunakan secara tepat sasaran dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.***

