DJADIN MEDIA– Di tengah deru truk tambang dan aliran listrik yang menghidupi ribuan rumah, Jalan Provinsi Ruas Sanggi–Suoh justru dibiarkan rusak parah dan nyaris tak tersentuh pembangunan. Jalur vital yang menghubungkan Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat ini menjadi saksi bisu ketimpangan pembangunan yang tak kunjung usai.
Ruas ini bukan sekadar jalan penghubung. Ia adalah urat nadi bagi dua perusahaan raksasa: PT Natarang Mining, penambang emas dengan kontribusi besar bagi ekonomi daerah, dan Tanggamus Electric Power (TEP), penyedia listrik dari energi air yang vital. Namun, kontrasnya mencolok—mesin tambang dan turbin terus berputar, sementara jalan dibiarkan terpuruk sejak era kolonial.
“Jalan ini tidak pernah diaspal sejak zaman Belanda. Tapi setiap hari dilalui truk besar pengangkut hasil tambang. Ini ironi pembangunan,” ujar Herwinsyah, tokoh pemuda setempat, dengan nada kecewa.
Warga menuturkan, di musim hujan jalan berubah jadi lumpur tak bisa dilalui, dan saat kemarau, debu tebal mengganggu kesehatan. Padahal, aktivitas ekonomi dari hasil alam dan energi terus berlangsung tanpa henti.
Herwin menegaskan, jalur ini bukan hanya soal akses, tapi menyangkut keadilan sosial. Ia mendesak Gubernur Lampung beserta jajaran untuk turun langsung ke lokasi, melihat fakta di lapangan dan segera mengambil langkah nyata.
“Hasil bumi dan energi kita diangkut keluar, tapi jalan rakyat dibiarkan hancur. Ini jelas ketidakadilan,” tegasnya.
Berbagai aspirasi telah disuarakan masyarakat dan pemerhati wilayah, namun hingga kini belum ada realisasi dari Pemerintah Provinsi. Jalan Sanggi–Suoh terus menunggu perhatian—di antara debu, lumpur, dan mimpi yang belum jadi nyata.***