DJADIN MEDIA- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap dugaan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam kasus pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) di Kemendikbudristek. Dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (16/12/2025), disebutkan bahwa Nadiem diduga memperkaya diri sendiri senilai Rp 809,5 miliar dari proyek tersebut.
Kasus ini bermula dari perkara atas nama Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode 2020–2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020–2021. “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809,5 miliar,” tegas JPU di persidangan.
JPU menjelaskan bahwa pengadaan laptop Chromebook dan CDM pada 2020–2022 tidak sesuai prosedur dan prinsip pengadaan barang dan jasa. Prosesnya disebut tidak melalui evaluasi harga maupun survei kebutuhan yang memadai, sehingga implementasinya banyak mengalami kendala. Terutama di wilayah 3T (Terluar, Tertinggal, dan Terdepan), laptop ini sulit dimanfaatkan karena membutuhkan jaringan internet yang belum merata.
Lebih lanjut, dakwaan menyebut Sri Wahyuningsih bersama Nadiem, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, serta Jurist Tan (masih buron), diduga menyusun kajian dan analisis kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan. Kajian ini diarahkan pada penggunaan laptop Chromebook berbasis Chrome OS dan CDM, namun dianggap tidak berdasarkan kebutuhan riil pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. “Penyusunan kajian dan analisa kebutuhan tersebut tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, sehingga mengalami kegagalan khususnya di daerah 3T,” ujar JPU.
Akibat perbuatan tersebut, kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp 2,18 triliun. Kerugian ini terdiri atas selisih kemahalan harga pengadaan laptop Chromebook sebesar Rp 1,56 triliun serta pengadaan CDM yang dinilai tidak perlu dan tidak bermanfaat senilai sekitar Rp 621 miliar. JPU menilai tindakan ini menunjukkan adanya perencanaan yang tidak transparan dan mengarah pada pengayaan pribadi.
Kasus ini menimbulkan perhatian publik luas karena menyangkut proyek digitalisasi pendidikan nasional. Selain dampak finansial, implementasi Chromebook dan CDM juga berdampak pada akses pendidikan yang merata, terutama bagi siswa di wilayah 3T yang terbatas infrastruktur internetnya. Proses persidangan akan terus diawasi, mengingat besarnya kerugian dan implikasi hukum yang melibatkan mantan pejabat tinggi negara.
“Perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2,18 triliun dan menghambat efektivitas digitalisasi pendidikan, terutama di daerah 3T,” jelas JPU, menekankan pentingnya proses hukum berjalan transparan dan akuntabel.***

