DJADIN MEDIA— Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terus melanjutkan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Dana Participating Interest (PI) 10 persen PT Lampung Energi Berjaya (LEB) setelah mantan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi kembali mangkir dari panggilan pemeriksaan kedua pada Rabu, 12 Desember 2025. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari upaya penegak hukum mengusut aliran dana dan aset yang diduga terkait perkara korupsi sektor energi tersebut.
Ketidakhadiran Arinal Djunaidi dalam pemeriksaan ini menambah perhatian publik, mengingat sebelumnya penyidik Kejati Lampung telah melakukan penyitaan aset senilai sekitar Rp38 miliar. Aset-aset tersebut diduga memiliki keterkaitan langsung dengan pengelolaan Dana PI 10 persen PT LEB. Hingga saat ini, Arinal belum menyampaikan alasan resmi atas ketidakhadirannya kepada penyidik.
Berdasarkan informasi yang beredar di lingkungan Kejati Lampung, Arinal Djunaidi diketahui berada di Jakarta pada waktu pemeriksaan berlangsung. Meski demikian, penyidik menegaskan bahwa keberadaan seseorang di luar daerah tidak serta-merta menjadi alasan sah untuk mangkir dari panggilan hukum. Sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ketidakhadiran tanpa alasan yang patut dapat berujung pada penerbitan surat panggilan berikutnya yang disertai tindakan pemeriksaan paksa.
Perkembangan penyidikan kasus ini sebelumnya sempat tertahan akibat adanya upaya hukum praperadilan yang diajukan Direktur Utama PT LEB, M. Hermawan Eriadi. Namun, pada 8 Desember 2025, Pengadilan Negeri Tanjung Karang menolak seluruh permohonan praperadilan tersebut. Putusan hakim tunggal Muhammad Hibrian menegaskan bahwa langkah-langkah penyidikan yang dilakukan Kejati Lampung telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Putusan ini sekaligus memperkuat posisi penyidik untuk melanjutkan pengusutan perkara secara menyeluruh.
Pemanggilan terhadap Arinal Djunaidi dinilai penting karena penyidik tengah menelusuri aliran dana PI 10 persen yang seharusnya menjadi hak daerah dari pengelolaan migas. Dana tersebut diwajibkan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) secara transparan dan akuntabel untuk kepentingan publik. Dugaan korupsi dalam pengelolaan dana ini disinyalir menimbulkan potensi kerugian negara dalam jumlah signifikan.
“Kami menegaskan bahwa setiap pihak yang dipanggil wajib hadir dan kooperatif. Apabila panggilan tidak diindahkan tanpa alasan yang sah, penyidik akan mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar salah satu pejabat Kejati Lampung.
Kejaksaan Tinggi Lampung memastikan proses penyidikan akan terus berjalan dan dilakukan secara profesional. Penyidik juga membuka peluang adanya penetapan tersangka baru seiring dengan pendalaman alat bukti dan keterangan saksi. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sekaligus menjadi bagian dari upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di daerah.***

