DJADIN MEDIA– Dunia pendidikan di Lampung kembali diguncang dengan polemik serius terkait prosedur mutasi murid. Praktisi pendidikan swasta menuding Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung bersikap “main-main” dalam menegakkan aturan resmi terkait penerimaan murid pindahan. Kasus ini menimbulkan keresahan luas di kalangan sekolah swasta dan orang tua murid.
Menurut salah satu kepala sekolah swasta, yang enggan disebutkan namanya, permasalahan ini seharusnya tidak terjadi jika Disdikbud menegakkan aturan yang telah ditetapkan. “Ya tapi ini jangan terulang, karena kasian temen-temen. Semoga terselesaikan dengan baik sesuai edaran yang dibuat,” ujarnya saat ditemui pada Selasa malam, 2 September 2025.
Surat edaran yang dikeluarkan langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Thomas Amirico, menegaskan bahwa mutasi siswa ke sekolah negeri, di semua tingkatan, wajib mendapat persetujuan dari Kepala Dinas. Sementara itu, murid yang pindah dari sekolah negeri ke swasta hanya memerlukan persetujuan Kepala Bidang. Edaran ini dimaksudkan untuk menjaga transparansi dan memastikan prosedur pendidikan berjalan sesuai regulasi yang berlaku.
Namun, realitas di lapangan justru jauh dari harapan. Beberapa sekolah negeri, termasuk SMK Negeri 9, disebutkan menerima murid pindahan dari sekolah swasta tanpa melengkapi surat persetujuan resmi dari Kepala Dinas. Praktisi pendidikan menilai tindakan ini sebagai bentuk pengabaian terhadap edaran resmi dan merugikan sekolah swasta yang selama ini menjalankan prosedur mutasi dengan patuh.
Lebih lanjut, kasus ini menyoroti kontroversi seputar SMA Swasta Ilegal yang didirikan oleh Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, yang kini dikenal publik dengan julukan “The Killer Policy”. Sekolah tersebut juga dikabarkan beroperasi tanpa memperhatikan regulasi mutasi murid, menimbulkan ketidakadilan antara institusi pendidikan negeri dan swasta.
“Jika hanya peraturan tertulis tanpa ada tindakan nyata dari dinas, itu sama saja bohong. Kami butuh kepastian, bukan hanya janji di atas kertas,” tegas salah seorang stakeholder pendidikan di Bandar Lampung. Pernyataan ini menggambarkan frustrasi mendalam di kalangan sekolah swasta yang merasa aturan diperlakukan tidak adil.
Kasus ini pun menimbulkan keresahan yang meluas, tidak hanya di kalangan sekolah swasta, tetapi juga orang tua murid yang mempertanyakan integritas sistem pendidikan di Lampung. Mereka khawatir praktik semacam ini akan menimbulkan ketidakadilan dan melemahkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Dengan situasi yang memanas ini, sejumlah pihak meminta Disdikbud Provinsi Lampung untuk segera mengambil langkah tegas. Para praktisi pendidikan menekankan pentingnya penegakan aturan yang konsisten, pengawasan ketat terhadap proses mutasi murid, serta perlindungan bagi sekolah swasta agar hak-haknya tidak terabaikan. Tanpa tindakan nyata, krisis kepercayaan terhadap lembaga pendidikan di Lampung diprediksi akan semakin membesar.***