DJADIN MEDIA- Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Basuki (akrab disapa Abas), meminta pemerintah pusat mengevaluasi syarat kadar air maksimal 14 persen dalam kebijakan penyerapan jagung. Menurutnya, aturan ini menyulitkan petani dan menghambat mereka menikmati Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.500/kg.
“Petani padi bisa menjual gabah Rp6.500 tanpa syarat kadar air. Tapi petani jagung harus berjuang menjemur hingga kering sempurna. Ini tidak adil,” kata Abas dalam keterangannya, Rabu (25/6/2025).
Lampung, Lumbung Jagung Nasional yang Tersandung Regulasi
Sebagai penghasil jagung terbesar ke-6 nasional, Provinsi Lampung menyimpan potensi besar. Namun, sejak Mei 2025, penyerapan jagung oleh Bulog terhenti akibat edaran Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mensyaratkan kadar air maksimal 14 persen.
Padahal, menurut Abas, Bulog sempat menyerap jagung petani tanpa syarat kadar air pada Februari hingga April, sesuai arahan Presiden.
“Rata-rata jagung pipilan petani punya kadar air 34–35 persen. Menurunkannya hingga 14 persen butuh dryer, dan alat itu langka serta mahal, terutama saat musim hujan,” tambah Abas.
Solusi Mendesak: Evaluasi dan Afirmasi untuk Petani
Menurut Abas, pengeringan manual hanya efektif menurunkan kadar air hingga 17 persen. Selebihnya, butuh intervensi teknologi atau relaksasi aturan.
“Kalau padi bisa dibeli langsung, kenapa jagung harus disulitkan? Kami minta Bapanas kaji ulang syarat ini,” tegasnya.
Komisi II DPRD Lampung bahkan telah berkoordinasi dengan DPRD Jawa Timur, NTB, dan Jawa Tengah untuk mendesak pemerintah pusat mengubah kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada petani.
Bulog Siap Menyerap, Asal Ada Regulasi Resmi
Abas mengungkapkan, pihaknya telah memanggil perwakilan Bulog. Hasilnya, Bulog menyatakan bersedia menyerap jagung dengan kadar air apa pun asal ada instruksi tertulis dari Bapanas.
Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Harga jagung pipilan kering saat ini berkisar antara Rp3.000–Rp5.500/kg, sangat bergantung pada kadar air dan kualitas.
“Kami ingin petani jagung juga bisa tersenyum seperti petani padi. Ini soal keadilan dan kepastian penghasilan petani,” pungkasnya.***