DJADIN MEDIA – Kontroversi memanas di dunia pendidikan dan literasi setelah Ikatan Jurnalis Pemprov Lampung (IJP) dinilai mencederai integritas peserta lomba video 1 menit. Guru dan siswa SMK Broadcasting di Bandar Lampung menyuarakan kekecewaannya, Senin (15/9/2025), saat pengumuman pemenang lomba di Balai Keratun.
Lomba video pendek bertema pembangunan tersebut semula digadang sebagai wadah bagi para pelajar dan jurnalis muda mengekspresikan kreativitas, sambil menanamkan nilai literasi yang sehat. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, dalam sambutan yang dibacakan Kadis Kominfo Ganjar Jationo, menyampaikan apresiasi kepada jurnalis dalam menjaga nurani literasi masyarakat dan menekan penyebaran hoaks. Namun, guru dan siswa merasa penyelenggaraan lomba justru melukai nilai pendidikan yang mereka pelajari sehari-hari.
Wahyu Widodo, guru perfilman yang menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Jogja), menilai penyelenggaraan lomba tersebut melanggar prinsip dasar jurnalisme dan aturan lomba. “Seharusnya IJP sebagai ikatan jurnalis menjaga ketaatan terhadap peraturan, karena mereka bekerja berdasarkan data, fakta, dan kebenaran. Lomba ini tidak bermutu karena pemenangnya terang-terangan melanggar ketentuan durasi,” tegas Wahyu.
Siswa SMK Broadcasting, Salma Alika, menambahkan bahwa video pemenang pertama berdurasi 1 menit 16 detik, melebihi ketentuan lomba. “Kami pelajar mengikuti lomba bukan semata ingin menang, tapi menjaga amanah pendidikan, yakni kejujuran. Video yang juara melebihi batas, sementara video kami hanya sedikit melampaui 1 detik dan ditegur panitia. Ini membuat kami sangat kecewa,” ujar Salma.
Salma menjelaskan bahwa panitia, termasuk dewan juri, sempat menegur video sekolahnya karena durasinya melebihi 1 detik. “Kami terima teguran itu karena memang melanggar aturan. Tapi ironisnya, juara satunya durasinya jauh melebihi ketentuan, malah menang. Ini jelas tidak adil dan merusak semangat kejujuran yang diajarkan di sekolah,” lanjutnya.
Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan besar soal kredibilitas IJP Lampung dalam menyelenggarakan lomba literasi video. Guru dan siswa menilai perlombaan tersebut justru mencederai dunia literasi dan menurunkan kepercayaan terhadap institusi pers. Padahal, lomba ini seharusnya menjadi sarana edukasi kreatif bagi siswa dan memperkuat budaya literasi yang sehat.
Dari informasi yang diperoleh, salah satu juri lomba adalah jurnalis senior TVRI. Hal ini menimbulkan kritik, karena penilaian yang diharapkan objektif justru dianggap bias oleh para peserta dan guru. Banyak yang menyoroti perlunya transparansi dalam penjurian, khususnya dalam lomba pendidikan yang melibatkan pelajar.
Guru dan siswa menegaskan akan menyuarakan kekecewaan mereka melalui forum resmi sekolah dan berharap IJP Lampung memperbaiki sistem lomba agar sesuai aturan, transparan, dan mendidik. Mereka menilai, literasi yang baik harus diawali dengan kejujuran dan kepatuhan terhadap peraturan, bukan sekadar mengejar sensasi atau popularitas.***
