DJADIN MEDIA – Provinsi Lampung kembali mencetak prestasi membanggakan dengan menempati peringkat empat nasional sebagai provinsi dengan inflasi terendah secara year-on-year (yoy) per 1 Oktober 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Lampung tercatat sebesar 1,17%, berada di bawah target nasional yang berkisar 1,5% hingga 3,5%. Pencapaian ini menjadi indikator keberhasilan pemerintah daerah dalam mengendalikan harga komoditas pokok dan menjaga stabilitas ekonomi masyarakat.
Data ini disampaikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tito Karnavian, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Daerah Tahun 2025 yang digelar secara virtual di Ruang Command Center Lt. II Dinas Kominfotik Provinsi Lampung, Senin (13/10/2025). Kegiatan ini juga membahas Kebersihan dan Kesehatan dalam Pengolahan Hewan Ternak untuk Pangan, serta Evaluasi Dukungan Pemerintah Daerah dalam Program 3 Juta Rumah. Provinsi Lampung diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekubang), Bani Ispriyanto.
Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa secara nasional, komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi year-on-year meliputi emas perhiasan, cabai merah, bawang merah, beras, dan daging ayam ras. Sementara untuk inflasi bulanan, penyumbang utama adalah cabai merah, daging ayam ras, emas perhiasan, rokok kretek mesin, serta biaya pendidikan. Ia menekankan pentingnya strategi pengendalian distribusi dan produksi cabai merah agar harga dapat stabil. “Daging ayam ras boleh naik untuk melindungi peternak, tapi harus tetap terkendali,” tegasnya.
Mendagri juga menekankan perlunya mendorong masyarakat untuk berinvestasi pada sektor produktif, agar ketergantungan pada emas sebagai aset aman dapat berkurang dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menambahkan bahwa pada minggu kedua Oktober 2025, tercatat 17 provinsi mengalami kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH), sementara 21 provinsi lainnya mencatat penurunan, termasuk Lampung. Penurunan IPH Lampung sebesar -0,04% disebabkan oleh turunnya harga beras, bawang merah, dan tepung terigu, yang menjadi penyumbang utama inflasi positif di daerah lain.
Meski begitu, secara nasional, jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan IPH lebih banyak dibandingkan yang mengalami penurunan, menunjukkan tantangan pengendalian inflasi masih ada di beberapa wilayah.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menekankan pentingnya sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) bagi rumah potong hewan ruminansia dan unggas. Pemerintah daerah diminta melakukan pembinaan higienitas dan sanitasi untuk memastikan keamanan produk hewan, sekaligus mendorong penerbitan NKV sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 Tahun 2020. Agung juga menyoroti potensi rumah potong hewan sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan percepatan sertifikasi.
Terkait program 3 Juta Rumah, Direktur Jenderal Perumahan Perdesaan, Imran, menekankan perlunya pemerintah daerah melaporkan pembangunan baru atau renovasi rumah melalui Sistem Informasi Perencanaan Daerah (SIPD). Pemerintah diminta mengimplementasikan pembebasan Bea PBG dan BPHTB untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), mengalokasikan anggaran renovasi RTLH dalam APBD/P, serta mendorong desa untuk memanfaatkan APBDes bagi renovasi rumah warga. Langkah ini diharapkan mempercepat realisasi program perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan meningkatkan kualitas hunian di seluruh Indonesia, termasuk Lampung.
Dengan pencapaian inflasi terendah dan langkah strategis dalam pengelolaan pangan, kesehatan hewan, serta program perumahan, Provinsi Lampung menunjukkan komitmen nyata dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ke depan, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci untuk mempertahankan stabilitas harga dan meningkatkan kualitas hidup warga Lampung.***

