DJADIN MEDIA– Polemik dugaan pelanggaran aturan dalam pengelolaan Yayasan Siger terus menjadi sorotan publik. DPRD Kota Bandar Lampung yang tengah mendalami persoalan ini diminta berhati-hati dalam mengambil sikap, terutama agar tidak salah langkah hingga menyeret pihak-pihak terkait, seperti ketua yayasan maupun kepala sekolah, ke ranah hukum tanpa dasar yang kuat.
Pakar hukum tata negara dari salah satu perguruan tinggi di Lampung menilai, DPRD memiliki fungsi penting dalam pengawasan, namun langkah yang diambil harus mengacu pada koridor hukum yang berlaku. Menurutnya, persoalan yang menyangkut yayasan pendidikan memiliki dimensi hukum yang kompleks, mulai dari aspek administrasi, aturan yayasan, hingga regulasi pendidikan. Jika pembahasan dilakukan secara terburu-buru tanpa kajian mendalam, hal ini bisa menimbulkan kesalahan penafsiran yang berakibat fatal.
“DPRD memang memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan, memanggil pihak terkait, bahkan mengungkap dugaan pelanggaran. Tetapi harus dipahami, ada batasan antara fungsi pengawasan legislatif dengan kewenangan aparat penegak hukum. Jika DPRD sampai mengambil kesimpulan yang melebar tanpa bukti yang cukup, risiko kriminalisasi bisa terjadi,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, posisi kepala sekolah maupun ketua yayasan harus dilihat berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing. Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap manajemen pendidikan sehari-hari, sementara yayasan sebagai badan hukum memegang tanggung jawab atas pendirian dan kebijakan umum lembaga. Oleh sebab itu, segala dugaan pelanggaran harus dipilah dengan jelas agar tidak menimbulkan generalisasi yang merugikan kedua belah pihak.
Selain itu, pakar hukum tersebut mengingatkan bahwa kasus yang berkaitan dengan pendidikan melibatkan kepentingan publik yang lebih luas, terutama siswa dan orang tua. Jika konflik dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian yang tepat, dampaknya bisa mengganggu stabilitas pendidikan di Bandar Lampung. Karena itu, DPRD didorong untuk bekerja sama dengan pihak eksekutif, Dinas Pendidikan, serta aparat hukum dalam rangka mencari solusi yang proporsional.
“Yang paling penting adalah bagaimana menjaga agar proses belajar-mengajar tidak terganggu. Jangan sampai kepentingan politik atau kelemahan prosedural justru mengorbankan siswa yang seharusnya menjadi prioritas utama,” tambahnya.
Publik kini menunggu langkah konkret DPRD Kota Bandar Lampung. Apakah mereka akan mengedepankan proses klarifikasi dan mediasi, atau justru membawa masalah ini ke ranah hukum lebih lanjut. Keputusan yang diambil akan menjadi indikator sejauh mana DPRD mampu menjalankan fungsi pengawasan dengan bijaksana, tanpa mengorbankan asas keadilan maupun kepentingan dunia pendidikan.***