DJADIN MEDIA– Pemerintah Provinsi Lampung semakin memperkuat kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana alam, khususnya megathrust dan tsunami, melalui serangkaian langkah strategis yang melibatkan berbagai instansi pemerintah dan masyarakat. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, mengikuti Rapat Administrasi Game Tanggap Darurat secara virtual dari Ruang Kerja Sekda, Kamis (28/08/2025), sebagai bagian dari upaya koordinasi lintas sektor.
Kegiatan ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 202 Tahun 2024 tentang Dewan Pertahanan Nasional serta direktif Menteri Pertahanan RI selaku Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional, yang menekankan penyusunan solusi kebijakan tanggap darurat menghadapi bencana megathrust dan tsunami. Wakil Menteri Pertahanan RI sekaligus Sekretaris Dewan Pertahanan Nasional, Marsekal Madya TNI (Purn) Donny Ermawan T., M.D.S., M.S.P., menekankan pentingnya forum ini untuk merumuskan kebijakan strategis lintas sektor, mengidentifikasi kendala operasional, serta memastikan setiap kementerian dan lembaga memahami tugas dan kewenangannya.
Megathrust adalah gempa bumi besar akibat pergeseran lempeng tektonik di zona subduksi, yang di Selat Sunda berpotensi menghasilkan energi besar dan memicu tsunami dengan ketinggian 4–8 meter dalam waktu kurang dari satu jam. Peneliti BRIN menekankan bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi yang matang menjadi kunci agar masyarakat tetap selamat.
Sebagai langkah konkret, Pemprov Lampung telah menerbitkan Rencana Kontinjensi Bencana Tsunami Provinsi Lampung melalui Peraturan Gubernur Lampung Nomor 29 Tahun 2023. Dokumen ini menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penanganan darurat, memastikan respon cepat, tepat, terkoordinasi, dan menyeluruh.
Rencana Kontinjensi ini memuat strategi utama, termasuk kesepakatan skenario bencana, koordinasi lembaga dan masyarakat, penyediaan sumber daya dan mekanisme pengambilan keputusan cepat, serta penguatan komitmen lintas pihak sebelum terjadinya keadaan darurat.
Selain itu, Pemprov Lampung dan berbagai stakeholder telah menjalankan sejumlah langkah mitigasi penting, antara lain:
1. Surat Edaran Gubernur dan Daerah: Surat Edaran No. 140 Tahun 2024 menginstruksikan seluruh kabupaten/kota menyiapkan ulang alarm peringatan dini, jalur evakuasi, rambu-rambu, dan simulasi bencana.
2. Peningkatan Alat Peringatan Dini: 18 titik seismometer dan 19 Warning Receiver System (WRS) aktif di Lampung memudahkan deteksi gempa dan penyampaian informasi secara cepat kepada masyarakat.
3. Jalur Evakuasi dan Shelter: Pemprov memetakan 15 titik evakuasi menuju 13 shelter di Kabupaten Lampung Selatan, termasuk masjid dan sekolah di Kecamatan Katibung, Sidomulyo, dan Kalianda. Jalur ini diuji lapangan dengan durasi evakuasi 7–13 menit untuk memastikan kesiapan.
4. Edukasi Publik 20:20:20: Masyarakat diajarkan prinsip 20 detik gempa, 20 menit evakuasi, dan 20 meter elevasi minimal sebagai langkah mitigasi sederhana namun efektif.
5. Zonasi Risiko dan Sosialisasi: Studi pemetaan risiko menunjukkan wilayah pesisir, termasuk Bandar Lampung dan Lampung Selatan, tergolong “zona merah.” Jalur evakuasi dan zona aman ditetapkan untuk memudahkan masyarakat merespons cepat.
6. Sinergi Antar Instansi: Kerja sama antara Pemprov, BPBD, Basarnas, TNI/Polri, dan instansi terkait memastikan respons cepat, terkoordinasi, dan efektif.
7. Simulasi dan Rambu Evakuasi: Pemerintah daerah memasang papan informasi dan rambu evakuasi, serta menggelar simulasi bersama komunitas lokal untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Selain upaya teknis, Pemprov Lampung terus mendorong masyarakat agar sadar risiko, memanfaatkan teknologi peringatan dini, dan berpartisipasi aktif dalam mitigasi. Langkah ini tidak hanya menitikberatkan pada kesiapan pemerintah, tetapi juga membangun kesadaran kolektif agar masyarakat dapat tetap tenang, waspada, dan cepat tanggap jika bencana terjadi.
Dengan perpaduan kebijakan, teknologi, infrastruktur, edukasi publik, dan kolaborasi lintas sektor, Provinsi Lampung menegaskan komitmennya untuk meminimalkan dampak bencana alam dan melindungi keselamatan warga di wilayah pesisir yang rentan terdampak tsunami.***

