DJADIN MEDIA– Dunia maya dan kalangan masyarakat adat di Sai Bumi Ruwa Jurai mendadak geger. Sebuah pernyataan mengejutkan dari Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Mesuji yang menyebut bahwa “di Lampung tidak ada tanah adat” menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Ucapan yang disampaikan pada sebuah kegiatan resmi itu dianggap melecehkan sejarah panjang, jati diri, serta kehormatan masyarakat adat Lampung yang telah menjaga warisan leluhur selama berabad-abad.
Sekretaris Jenderal Laskar Lampung, Panji Padang Ratu, menyatakan pada Selasa, 21 Oktober 2025, bahwa pernyataan tersebut tidak hanya menyakiti perasaan masyarakat adat, tetapi juga dapat memicu konflik sosial dan menodai nilai-nilai persaudaraan di Bumi Ruwa Jurai. Menurutnya, ucapan tersebut mencerminkan ketidakpahaman terhadap sejarah dan sistem adat yang menjadi fondasi sosial budaya masyarakat Lampung.
“Ucapan seperti itu bukan hanya menyinggung harga diri masyarakat adat, tapi juga mengandung potensi provokatif yang bisa memecah belah persatuan. Lampung dikenal sebagai daerah beradat dan damai, bukan tempat untuk menebar ujaran yang menghapus identitas leluhur,” tegas Panji.
Laskar Lampung Apresiasi Polda Lampung, Tapi Desak Tindakan Tegas
Panji mengapresiasi langkah cepat Polda Lampung yang telah menerima laporan resmi dari perwakilan masyarakat adat pada Senin, 20 Oktober 2025. Namun, ia menegaskan bahwa langkah administratif semata tidak cukup. Laskar Lampung mendesak agar kepolisian segera memanggil dan memeriksa pihak terlapor secara transparan.
“Laporan ini jangan berhenti di meja administrasi. Polda harus bertindak cepat, karena ini bukan sekadar persoalan ucapan—ini persoalan martabat dan kehormatan masyarakat adat Lampung. Kami menuntut agar kasus ini ditangani secara hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.
Menurut Panji, pernyataan Kepala Kesbangpol Mesuji bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian dan penghinaan terhadap golongan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE serta Pasal 156 dan 156a KUHP. Ia berharap proses hukum berjalan tanpa intervensi politik dan benar-benar memberikan rasa keadilan kepada masyarakat adat.
Konstitusi Mengakui Tanah Adat, Jangan Dikhianati!
Dalam keterangannya, Panji Padang Ratu juga menegaskan bahwa pernyataan pejabat tersebut jelas bertentangan dengan konstitusi. Negara, kata Panji, secara tegas mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional mereka.
Ia mengutip Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
“Artinya, pejabat publik seharusnya paham bahwa tanah adat adalah bagian dari identitas bangsa. Kalau sampai ada pejabat yang bilang tanah adat tidak ada di Lampung, itu artinya dia tidak memahami dasar konstitusi dan tidak layak menduduki jabatan publik,” tutur Panji dengan nada geram.
Ia menambahkan bahwa tanah adat bukan sekadar simbol sejarah, melainkan juga memiliki nilai sosial dan spiritual yang melekat pada kehidupan masyarakat Lampung. Melalui tanah adatlah sistem kekerabatan, nilai gotong royong, dan tata krama adat dijaga turun-temurun.
Seruan Menjaga Kondusivitas dan Mengawal Proses Hukum
Meski menyayangkan pernyataan tersebut, Laskar Lampung tetap menyerukan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi. Panji menegaskan bahwa perjuangan ini bukan untuk menciptakan kegaduhan, tetapi untuk menuntut keadilan dan menjaga martabat masyarakat adat.
“Kami minta semua pihak tetap tenang, jangan terhasut. Serahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak kepolisian. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada kejelasan dan permintaan maaf secara terbuka dari pihak yang bersangkutan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Laskar Lampung akan menggelar sejumlah kegiatan sosial dan budaya sebagai bentuk edukasi publik tentang pentingnya pelestarian nilai-nilai adat di tengah arus modernisasi. “Kami ingin masyarakat sadar bahwa adat bukan sekadar simbol, tapi jati diri yang tak boleh dihapus oleh siapa pun,” tambah Panji.
Kasus ini kini menjadi perhatian luas publik dan berbagai organisasi masyarakat adat di Lampung. Mereka berharap agar aparat penegak hukum dapat bertindak profesional, serta menjadikan insiden ini sebagai pelajaran penting agar pejabat publik lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang menyangkut identitas kultural suatu daerah.***

