DJADIN MEDIA— Polemik pendidikan di Provinsi Lampung kembali mengemuka. Senin, 7 Juli 2025, puluhan kepala sekolah swasta memadati ruang rapat Komisi V DPRD Lampung, menyuarakan kegelisahan mereka terhadap sistem penerimaan siswa baru dan kebijakan pendidikan yang dinilai tidak berpihak kepada sekolah swasta.
Muhammad Junaidi, anggota Komisi V DPRD dari Fraksi Demokrat, mengingatkan agar sekolah swasta mulai membenahi sistem pendidikan dan strategi pemasaran. Menurutnya, sekolah Islam Terpadu tidak mengalami krisis murid karena berhasil membangun kepercayaan publik.
“Saya sendiri lulusan sekolah swasta, anak-anak saya juga. Tapi kita harus akui, sekolah juga perlu strategi yang adaptif,” ujar Junaidi.
Namun, fakta di lapangan jauh lebih kompleks. 12.057 siswa telah terserap ke SMA/SMK negeri, menyisakan hanya 2.470 siswa untuk ratusan sekolah swasta yang tersebar di Bandar Lampung. Banyak dari sekolah tersebut kini sepi pendaftar, bahkan ada yang hanya menerima 4 sampai 5 siswa.
Regulasi yang Dituding Tidak Adil
Muhammad Iqbal Cahyadi, Kepala SMK PGRI 1, mengkritisi kebijakan pembentukan Yayasan Sekolah Siger oleh Pemkot yang menggunakan gedung SMP negeri untuk operasional sekolah menengah atas.
“Perpres saja melarang swasta pakai gedung negeri. Kenapa Siger bisa? Ini tidak adil,” tegas Iqbal.
Tak hanya Iqbal, kepala sekolah lain menilai Yayasan Siger berjalan tanpa kejelasan manajemen. Guru dan kepala sekolahnya disebut-sebut berasal dari pensiunan guru SMP. Mereka mempertanyakan izin operasional dan kelayakan struktur organisasi.
DPRD Diminta Bertindak Tegas
Budhi Condrowati (PDIP) menyayangkan ketimpangan jumlah siswa antara sekolah negeri dan swasta. Ada SMK negeri yang menampung hingga 820 siswa dalam satu tahun ajaran, padahal idealnya maksimal 432 siswa (12 rombel).
“Sekolah negeri terlalu padat, sementara swasta hampir kosong. Ini bukan sistem yang sehat,” ujarnya.
Syukron Muchtar (PKS) pun sepakat, Komisi V akan segera memanggil stakeholder pendidikan untuk mencari solusi konkret bagi nasib guru-guru swasta.
Realita Pahit Sekolah Swasta: Dari Bangkrut hingga Berlumut
Kepala SMK 2 Mei, yang telah puluhan tahun menjabat, menggambarkan penurunan drastis jumlah murid dari 1.720 menjadi hanya 500 siswa. Sekolah-sekolah lain bahkan tutup atau dijual karena tak mampu bertahan.
“Bhakti Utama dijual, Ganesha di Metro sudah ditumbuhi lumut. SMK 57 cuma dapat 4 siswa,” ucapnya getir.
Study Tour dan Kunjungan Industri Dilarang, SMK Kian Terpuruk
Syamsu Rahman, Ketua Forum Komunikasi Kepsek SMK Swasta Provinsi Lampung, menyampaikan keberatannya terhadap Surat Edaran yang melarang study tour dan kunjungan industri.
“Kunjungan industri itu bagian dari kurikulum. Bagaimana anak SMK bisa siap kerja kalau praktik lapangannya dilarang?” tanyanya.
Suara Terakhir dari Guru yang Ingin Mengajar, Bukan Berjuang Bertahan Hidup
“Kami guru ingin mengajar, bukan stres memikirkan penerimaan siswa. Kami hanya ingin sistem yang adil,” ujar salah satu kepala sekolah dengan suara menahan tangis.
Para kepala sekolah berharap bisa bertemu langsung dengan Gubernur Lampung untuk menyampaikan keresahan yang sudah lama tertahan.
Pendidikan swasta di Lampung sedang menghadapi masa kritis. Tanpa kebijakan yang berimbang, bukan hanya sekolah yang tumbang, tapi juga masa depan ribuan tenaga pendidik dan murid. Kini bola ada di tangan para pengambil kebijakan: apakah akan berpihak atau membiarkan sistem terus pincang?.***