DJADIN MEDIA – Gelombang aksi besar-besaran yang terjadi hari ini di berbagai kota besar di Indonesia mencerminkan kemarahan rakyat yang mendalam terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rasa frustrasi publik semakin memuncak karena DPR tampak mengabaikan kebutuhan dan penderitaan rakyat, justru mengambil keputusan kontroversial berupa penambahan tunjangan rumah anggota DPR, sementara kondisi ekonomi masyarakat semakin terjepit oleh inflasi tinggi, harga kebutuhan pokok yang meroket, dan angka kemiskinan yang masih menyentuh jutaan jiwa.
Kekecewaan masyarakat tidak hanya dipicu oleh kebijakan yang jauh dari kepentingan rakyat, tetapi juga oleh sikap arogan beberapa anggota DPR yang menanggapi kritik publik dengan hinaan dan sikap meremehkan. Alih-alih introspeksi dan meminta maaf, anggota DPR seolah menutup telinga terhadap aspirasi rakyat, memperlihatkan hilangnya moralitas dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Sikap semacam ini menimbulkan luka psikologis dan kekecewaan mendalam bagi masyarakat yang berharap pada representasi yang adil.
Situasi ini semakin memperburuk kondisi demokrasi ketika aparat negara merespons aksi protes rakyat dengan tindakan represif. Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW – LMND Lampung), Dinda Boru Napitu, menyebutkan bahwa dari laporan lapangan dan bukti yang tersebar di media sosial, aparat melakukan tindakan yang melukai warga sipil. Seorang driver ojek online yang tidak ikut aksi massa tewas tertabrak kendaraan taktis aparat.
“Peristiwa tragis ini bukan sekadar kecelakaan, tetapi bukti nyata kegagalan aparat dalam membedakan massa aksi dan warga sipil. Darah rakyat kembali tumpah karena kekerasan yang tidak seharusnya terjadi,” ungkap Dinda.
Kekerasan aparat juga menimpa mahasiswa di Solo, yang ditembak menggunakan pentungan hingga kepala mengalami luka serius. Insiden ini menambah deretan panjang bukti bahwa demokrasi di Indonesia menghadapi tekanan serius. Mahasiswa, yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, justru dibungkam dengan brutalitas aparat. Dinda menegaskan bahwa tindakan represif ini membuktikan bahwa aparat lebih fokus menjaga kepentingan elit dan kursi kekuasaan dibandingkan melindungi keselamatan rakyat.
Kebijakan DPR mengenai kenaikan tunjangan rumah anggota mereka mencerminkan orientasi politik kelas penguasa yang lebih mengutamakan kenyamanan pribadi dibandingkan kesejahteraan masyarakat luas. Kenaikan ini terjadi ketika mayoritas rakyat masih berjuang melawan kemiskinan dan kesulitan ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan nasional mencapai 9,03 persen atau sekitar 25 juta jiwa. Hal ini menimbulkan jurang sosial yang semakin melebar antara elite politik dan rakyat biasa.
LMND Lampung menegaskan bahwa situasi ini menunjukkan bahwa negara masih memposisikan rakyat sebagai objek yang harus dikontrol, bukan sebagai subjek yang berdaulat dalam sistem demokrasi. Garis perjuangan mereka tetap konsisten: membela kepentingan rakyat pekerja dan kelompok tertindas, melawan segala bentuk ketidakadilan yang dilegitimasi oleh rezim penguasa.
“Tragedi ini menunjukkan bahwa DPR gagal menjalankan fungsinya sebagai representasi rakyat. Alih-alih mendengarkan aspirasi konstituen, mereka menutup telinga, mengkhianati suara rakyat, dan membenturkan masyarakat dengan aparat negara,” ucap Dinda.
Sejarah membuktikan bahwa represi tidak pernah mampu menghentikan perlawanan, malah memperkuat tekad rakyat. LMND Lampung menyerukan agar seluruh kekuatan progresif, termasuk mahasiswa, pelajar, buruh, dan masyarakat sipil, memperluas basis organisasi, memperkuat solidaritas lintas sektor, dan membangun konsolidasi perlawanan berkesinambungan. Momentum saat ini harus dijadikan bahan bakar untuk memperkuat persatuan, di mana korban jiwa dan luka fisik menjadi pengingat nyata perlunya perjuangan yang lebih sistematis dan solid.
Dengan DPR yang semakin arogan, aparat yang semakin brutal, dan rakyat yang terus ditekan, kondisi politik Indonesia saat ini tengah berada di titik kulminasi. Kesadaran rakyat bahwa perubahan tidak akan datang dari atas, melainkan dari gerakan di bawah, menjadi semakin nyata. Bila jalur demokrasi terus dibungkam dengan kekerasan, maka kemungkinan lahirnya alternatif perjuangan rakyat akan semakin terbuka. LMND Lampung menegaskan, saat momentum ini dimanfaatkan dengan baik, tidak ada kekuatan manapun yang bisa menghentikan arus perubahan besar yang tengah mengintip di depan mata.***
